Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Diminta Awasi Sidang Penganiayaan Novel Baswedan
di dakwaan JPU tidak terdapat fakta atau informasi siapa yang menyuruh melakukan tindak pidana penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Advokasi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan meminta Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) mengawasi sidang perkara penganiayaan yang dialami Novel.
Upaya pengawasan itu dilakukan agar persidangan kasus tersebut dapat berjalan secara transparan dan akuntabel.
Baca: Tim Advokasi Novel Baswedan Pesimistis Otak Pelaku Penyiraman Terungkap
Baca: Hakim Minta Jaksa Hadirkan Saksi Kunci di Sidang Novel Baswedan
"Tim Advokasi meminta Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk segera bersikap memantau secara langsung proses persidangan," kata perwakilan Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana, Senin (11/5/2020).
Dia menilai, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memandang kasus penyiraman air keras terhadap Novel sebagai tindak pidana penganiayaan biasa dan tidak berkaitan dengan kerja-kerja pemberantasan korupsi dan teror sistematis pelemahan KPK.
Padahal, dia meyakini, sidang digelar untuk mengungkap fakta sampai ke akarnya sesuai temuan Tim Pencari Fakta bentukan Polri dan Komnas HAM yang menemukan keterkaitan penyerangan dengan kasus korupsi besar yang ditangani Novel Baswedan dan sosok aktor intelektual.
Namun, dia melihat, di dakwaan JPU tidak terdapat fakta atau informasi siapa yang menyuruh melakukan tindak pidana penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Sejauh ini, kata dia, hakim terbatas menggali fakta.
Sepanjang persidangan majelis hakim tidak menggali rangkaian peristiwa secara utuh, khususnya fakta sebelum penyerangan terjadi.
"Hakim cenderung terbatas menggali fakta dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kejadian 11 April oleh pelaku penyerangan, dampak penyerangan, namun tidak menggali informasi lebih jauh terkait informasi saksi yang telah disebutkan terkait nama dan peristiwa yang berkaitan dengan penyerangan," kata dia.
Atas dasar itu, dia meminta MA dan KY memantau proses jalannya persidangan. Selain dua institusi kehakiman tersebut, Kurnia meminta Komisi Kejaksaan untuk turun mengawasi kinerja Tim Jaksa kasus Novel Baswedan yang diduga tidak profesional.
Dia berharap Ombudsman Republik Indonesia juga bisa mengawasi jalannya proses persidangan yang merupakan bentuk pelayanan publik yang mestinya berjalan imparsial jujur dan adil.
"Kami sampaikan rekomendasi terkait temuan untuk mendukung pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan dan teror pelemahan KPK ini. Sehingga pelaku penyerangan dapat diungkap dan tidak berhenti di aktor penyerang," tambahnya.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bersama-sama telah melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada 11 April 2017 lalu.
Hal itu diungkapkan JPU saat membacakan surat dakwaan di sidang perdana dua terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan di Ruang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (19/3/2020). Sidang ini dihadiri langsung oleh kedua terdakwa penyiraman Novel.
Dalam surat dakwaan, JPU mendakwa Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat.