Imparsial: Rancangan Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme Degradasi Fungsi BNPT
Pelibatan militer dalam pelibatan militer dalam penanganan terorisme seharusnya dikembalikan ke basis dasarnya yaitu undang-undang TNI.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Imparsial Al Araf menilai rancangan Peraturan Presiden Tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme mendegradasi atau menurunkan fungsi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Menurut Al Araf dalam undang-undang pemberantasan terorisme saat ini, fungsi-fungsi pencegahan dan pemulihan lebih dikedepankan kepada BNPT.
Karena menurutnya semangat undang-undang tersebut adalah bagaimana BBPT bisa bekerja secara masksimal di dalam fungsi pencegahan dan pemulihan.
Baca: Komnas HAM Nilai Wacana Pelibatan TNI Atasi Terorisme Berpotensi Langgar HAM
"Tetapi di dalam draft Perpres, sebaliknya fungsi-fungsi TNI itu justru lebih dominan dalam aksi pencegahan dan pemulihan dan bahkan hanya sebatas kordinasi dengan BNPT," kata Al Araf dalam diskusi publik yang diselenggarakan Komnas HAM via video conference pada Rabu (13/5/2020).
Baca: Beredar Nama-nama 871 Purnawirawan TNI Dukung Said Didu Melawan Luhut Panjaitan
Ia menilai hal itu membuat penanganan terorisme yang hanya sebatas kejahatan terorisme mencoba ditarik menjadi ancaman yang sangat serius sehingga negara mengedepankan pola-pola pendekatan jangka pendek.
Namun demikian, menurutnya pelibatan militer dalam pelibatan militer dalam penanganan terorisme seharusnya dikembalikan ke basis dasarnya yaitu undang-undang TNI.
Baca: KSAL Segera Pensiun, Ini Daftar 7 Perwira TNI AL yang Berpotensi Menggantikan
Oleh karena itu rancangan Perpres tersebut tidak boleh menyimpang dari undang-undang TNI itu sendiri.
Ia menjelaskan setidaknya ada tiga masalah terkait dengan pertentangan antara rancangan Perpres tersebut dengan undang-undang terorisme.
Pertama, menurutnya di dalam draft Perpres pelibatan militer dalam mengatasi aksi terorisme hanya atas dasar perintah Presiden.
Namun hal tersebut menimbulkan pertanyaan yakni perintah presiden tersebut dibuat dalam bentuk tertulis atau hanya sebatas lisan.
Menurutnya di dalam Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI pasal 7 ayat 2 dan 3, pelibatan militer dalam oparasi militer selain perang salah satunya mengatasi terorisme itu harus keputusan politik negara yakni keputusan presiden dengan pertimbangan DPR.
"Tapi dalam Perpres tidak, dia hanya sebatas perintah Presiden. Jadi problem pertama adalah Perpres bertentangan dengan Undang-Undang TNI itu sendiri," kata Al Araf.
Kedua adalah terkait anggaran.