Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fadli Zon Pertanyakan Ucapan Duka, Kini Beredar Foto Karangan Bunga Jokowi untuk Djoko Santoso

Setelah dipertanyakan Fadli Zon, kini beredar foto yang menunjukkan adanya karangan bunda dari Presiden Jokowi untuk Djoko Santoso.

Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Fadli Zon Pertanyakan Ucapan Duka, Kini Beredar Foto Karangan Bunga Jokowi untuk Djoko Santoso
kolase tribunnews
Fadli Zon dan foto karangan bunga Presiden Jokowi untuk almarhum Djoko Santoso 

TRIBUNNEWS.COM - Beberapa hari lalu, anggota DPR Fadli Zon sempat mempertanyakan perihal tidak adanya ucapan duka cita dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk almarhum Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Djoko Santoso.

Diketahui, Djoko Santoso meninggal dunia pada Minggu (10/5/2020) WIB di RSPAD Gatot Soebroto.

Pria kelahiran Solo itu wafat pada pukul 06.30 WIB akibat sakit stroke.

Di akun twitternya, Fadli Zon mempertanyakan mengapa Jokowi tidak menyampaikan ucapan duka cita untuk Djoko Santoso.

Baca: Kenang Sosok Djoko Santoso, Andre Rosiade: Beliau Panutan dan Sangat Sabar

Fadli kemudian membandingkan dengan ucapan duka cita dari Jokowi yang diberikan atas meninggalnya sejumlah artis.

Sebut saja Glen Fredly dan Didi Kempot.

"Pak @jokowi, sy lihat di TL twiter tak ada ucapan duka cita dr Presiden thd wafatnya Jend TNI Purn Djoko Santoso, mantan Panglima TNI. Sementara utk bbrp artis yg wafat ada ucapan. Ada yg bertanya kenapa? Itu aja," tulis Fadli di akun twitternya, @fadlizon, Selasa (12/5/2020). 

Postingan Fadli Zon mempertanyakan tidak adanya ucapan duka dari Jokowi untuk almarhum Djoko Santoso
Postingan Fadli Zon mempertanyakan tidak adanya ucapan duka dari Jokowi untuk almarhum Djoko Santoso (Twitter @fadlizon)
Berita Rekomendasi

Cuitan politikus Partai Gerindra itu kemudian ramai dibagikan ulang oleh warganet.

Hingga saat ini, sudah dibagikan 1.600 kali dan terdapat sekira 1.000 komentar.

Setelah dipertanyakan Fadli Zon, kini beredar foto yang menunjukkan adanya karangan bunda dari Presiden Jokowi untuk Djoko Santoso.

Karangan bunga tersebut bernuansa warna kuning.

Dalam karangan bunga itu tertulis karangan bunga dikirim oleh Presiden Jokowi dan keluarga.

"Turut Berduka Cita Atas Wafatnya Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso. Presiden Joko Widodo &Klg," demikian tulisan dalam karangan bunga itu.

Foto karangan bunga Presiden Jokowi untuk almarhum Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso.
Foto karangan bunga Presiden Jokowi untuk almarhum Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso. (Facebook/Arif Barata)

Tribunnews.com belum mendapat informasi pasti kapan karangan bunga itu dikirim. 

Apakah dikirim di hari H meninggalnya Djoko atau sesudahnya. 

Namun, ada warganet menuliskan karangan bunga itu dikirim terlambat atau beberapa hari setelah meninggalnya Djoko Santoso.

Penelusuran Tribunnews.com, foto karangan bunga itu diunggah paling awal oleh seorang warganet di Facebook pada 12 Mei atau atau hari yang sama dengan Fadli Zon membuat cuitan.

Baca: KRONOLOGI Djoko Santoso Meninggal setelah Dirawat 1 Minggu di RSPAD, Alami Serangan Stroke Kedua

Tribunnews.com berusaha mengubungi Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rahman untuk meminta tanggapan soal karangan bunga tersebut.

Namun, pesan WhatsApp yang dikirim Tribunnews.com belum direspons.

Fadli Zon Kritik Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Fadli Zon memberikan kritik atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Diberitakan sebelummnya, di tengah wabah Corona atau Covid-19, Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Keputusan itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam Perpres itu mengatur kenaikan iuran BPJS, yakni: 

- Kelas I: Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000

- Kelas II: Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000

- Kelas III: Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000

Untuk kelas III, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan oleh masyarakat tetap Rp 25.500.

Baca: Iuran BPJS Naik, Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia: Bijaklah dalam Membuat Peraturan

Kendati demikian, pada 2021 mendatang subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000.

Oleh karenanya, masyarakat harus membayar kelas III senilai Rp 35.000.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon (Tribunnews.com/ Chaerul Umam)

Terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, Fadli Zon meminta Presiden Jokowi membatalkannya. 

Menurut Fadli, keputusan menaikkan iuran BPJS setelah sebelumnya dibatalkan Mahkamah Agung (MA) adalah keputusan yang absurd. 

Mantan Wakil Ketua DPR ini mengibaratkan masyarakat yang mendapat kenaikan iuran BPJS di tengah wabah Corona sebagai orang yang sudah jatuh lalu tertimpa tangga dan kemudian terlindas mobil. 

Fadli pun meminta agar Jokowi membatalkan keputusan tersebut. 

Hal itu disampaikan Fadli Zon melalui postingan di akun Twitternya, @fadlizon, Kamis (14/5/2020); 

"P @jokowi, kenaikan iuran BPJS di tengah pandemi n stlh ada keputusan MA menurunkannya, benar2 absurd. Rakyat sdh jatuh tertimpa tangga lalu spt dilindas mobil. Selain bertentangan dg akal sehat, resep ini makin miskinkan rakyat. Kesengsaraan rakyat tambah meroket. Batalkanlah!" tulisnya. 

Tanggapan Ahli Hukum UNS soal Kenaikan Iuran BPJS

Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riewanto, menyebut kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan merupakan anomali atau ketidaknormalan.

Pasalnya, saat ini pemerintah merealokasi anggaran negara besar-besaran untuk membantu masyarakat miskin yang terdampak wabah.

Ia menganggap kenaikan iuran BPJS di tengah bencana tidaklah tepat. 

"Menurut saya kurang tepat, karena posisi kita sedang dalam masa pandemi Covid-19."

"Sangat anomali dengan kebijakannya sendiri yang merealokasi APBN dalam rangka membantu masyarakat miskin," ujar Agus kepada Tribunnews, Rabu (13/5/2020).

Agus menuturkan, kebijakan menaikkan iuran BPJS adalah kebijakan yang tidak konsisten.

Di satu sisi, masyarakat yang terdampak corona terbantu dengan pemberian bantuan langsung tunai sebesar Rp 600 ribu atau bantuan sembako.

Namun, dalam kebijakan terbarunya ini, masyarakat juga harus membayar kenaikan iuran BPJS.

"Di satu sisi merealokasi APBN untuk masyarakat miskin yang terkena dampak corona, di sisi lain dinaikkan iuran BPJSnya."

"Ini tidak konsisten antara satu kebijakan dengan kebijakan yang lain," tutur Dosen Fakultas Hukum dan Program Pascasarjana Ilmu Hukum UNS itu.

Baca: Presiden Jokowi Didesak Kaji Ulang Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Dibanding menaikkan iuran, Agus menjelaskan, seharusnya pemerintah lebih dulu melakukan perbaikan dalam struktur BPJS Kesehatan.

Misalnya data kepesertaan BPJS Kesehatan yang masih perlu dibenahi.

Agus menuturkan hal ini perlu dilakukan agar anggaran BPJS Kesehatan tepat sasaran.

"Selama ini data tentang kepesertaannya ini nggak jelas, antara peserta mandiri yang ditanggung oleh perusahaan swasta atau pun pemerintah," jelasnya.

(Tribunnews.com/Daryono/Inza Maliana)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas