Jokowi Naikkan Lagi Iuran BPJS Kesehatan, Pengamat Ekonomi: Jadi Kontroversial Saat Pandemi
Pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan itu tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Retno Tanding menyebut kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi kontroversial karena dilakukan tengah pandemi virus corona.
Retno mengatakan, saat kondisi pandemi seperti sekarang ini, beban sistem kesehatan memang menjadi luar biasa berat.
Bahkan, pemerintah sampai harus mengalokasikan anggaran khusus untuk memastikan sistem dan fasilitas kesehatan yang ada secara nasional bisa menanggulangi masalah yan diakibatkan pandemi ini.
"Jadi kenaikan ini menjadi sedikit kontroversial karena di satu sisi banyak kelompok masyarakat yang kehilangan pekerjaannya."
"Kehilangan sumber penghasilannya atau penghasilannya berkurang secara drastis karena ini (pandemi) memang luar biasa," ujar Retno, melalui sambungan telepon kepada Tribunnews.com, Rabu (13/5/2020).
Namun, menurut Retno, masyarakat masih perlu menunggu hingga dua bulan ke depan untuk melihat apakah situasi pandemi ini membaik atau tidak.
Seperti diketahui, pemerintah akan memberlakukan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Juli 2020 mendatang.
"Tapi kalau tidak membaik mungkin memang pemerintah perlu meninjau ulang."
"Karena kalau tidak membaik dalam situasi di mana roda ekonomi itu hampir berhenti."
"Kemudian organisasi maupun individu-individu yang memang memiliki kewajiban untuk membayar asuransi kemungkinan juga akan dihadapkan pada pilihan."
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Dinaikkan Lagi, Pengamat Ekonomi: Kualitas Layanan Juga Perlu Diperbaiki
"Mereka membayar (iuran BPJS Kesehatan) atau mereka akan memprioritaskan elemen yang lainnya dalam operasi bisnis maupun elemen yang lain dalam prioritas pengeluaran individual," ungkap Retno.
Sebelumnya, Retno mengatakan, kenaikan iuran ini tidak lepas dari masalah defisit anggaran yang dihadapi BPJS Kesehatan.
Ia mengatakan, prinsip dari universal health coverage yang sedang dilakukan Indonesia melalui BPJS Kesehatan adalah untuk meng-cover semaksimal mungkin akses kesehatan untuk semua masyarakat Indonesia.
Sebagai informasi, universal healt coverage dalah program yang memastikan masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa harus menghadapi kesulitan finansial.
Baik bagi masyarakat yang mampu maupun yang tidak mampu.
"Wujudnya itu berupa asuransi kesehatan yang dikelola BPJS, ini tujuan mulia sebenarnya."
"Karena biaya kesehatan, asuransi kesehatan sebenarnya tidak murah," ungkap Retno.
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi, KPCDI Minta Iuran Kelas 3 Tidak Dinaikkan
Retno mencontohkan, bagaimana BPJS Kesehatan mampu meng-cover biaya pengobatan orang yang menderita penyakit berat sekalipun.
Menurutnya, biaya pengobatan yang mereka keluarkan lebih kecil dibandingkan dengan mereka harus membayar sendiri biaya pengobatan tanpa menggunakan BPJS Kesehatan.
"Itu benefit dari peserta yang membayar asuransi," kata Retno.
Meski demikian, Retno tak menampik soal moral hazard yang timbul dari layanan publik seperti BPJS Kesehatan.
Moral hazard yang dimaksud adalah saat peserta BPJS Kesehatan yang seharusnya membayar iuran, tapi tidak membayar dan hanya membayar saat dia membutuhkan layanan kesehatan.
"Bukan cerita luar biasa kalau kita mendengar dia nggak ikut BPJS, nggak membayar iuran tiba-tiba dia harus memperoleh layanan kesehatan."
Baca: Pemerintah: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berdasarkan Pertimbangan Ahli Independen
"Baru saat itu dia mendaftar, membayar iuran tapi begitu selesai dengan urusannya dia tidak membayar lagi, itu yang bisa dimasukkan ke dalam kategori moral hazard," paparnya.
Menurutnya, hal itu bisa terjadi karena adanya kesalahpahaman manajemen dari BPJS Kesehatan atau bisa juga kesalahpahaman komunikasi BPJS Kesehatan dengan aktor lainnya.
Yakni penyedia layanan kesehatan, rumah sakit serta para peserta itu sendiri.
"Jadi kalau kita bicara premi asuransinya naik, sebenarnya nilai yang segitu terlalu besar nggak to bagi para peserta?"
"Apakah masyarakat Indonesia sudah cukup mampu untuk membayar segitu, terutama yang kelas I dan II," katanya.
Menurutnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II setimpal dengan fasilitas yang mereka dapatkan saat mereka memerlukan pelayanan kesehatan.
"Tapi saya kira kalau orang-orang yang membutuhkan perawatan kelas I itu dengan harga Rp 150 ribu per bulan itu sebenarnya juga tidak mahal-mahal sekali sih," ungkap Retno.
"Ini memang masalah ekonomi tapi kita juga bicara sisi sosial, karena ketika kita tidak membutuhkan layanan itu tapi ada orang lain yang membutuhkan dan ketika kita membutuhkan itu layanan itu ada untuk kita sebagai peserta," ungkap Retno.
Baca: Pemerintah Siapkan Anggaran Rp 3,1 Triliun Untuk Subsidi Iuran Peserta Kelas III BPJS Kesehatan
Diberitakan sebelumnya, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Beleid terkait kenaikan kembali iuran BPJS Kesehatan tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (5/5/2020).
Berikut rincian kenaikan untuk peserta mandiri kelas I, II dan III:
- Kelas I: Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000 dari saat ini Rp 80.000.
- Kelas II: Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
- Kelas III: Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.000 menjadi Rp 42.000.
Kenaikan tersebut mulai berlaku pada 1 Juli 2020 mendatang.
Baca: Fakta Naiknya Iuran BPJS Kesehatan, Jokowi Buat Keputusan Saat Wabah Hingga Dinilai Kehilangan Nalar
Sebagai informasi, pada akhir tahun 2019 lalu, Jokowi juga menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Berdasarkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019, iurannya sebagai berikut:
- Kelas I: Naik menjadi Rp 160.000 per orang per bulan.
- Kelas II: Naik menjadi Rp 110.000 per orang per bulan.
- Kelas III: Naik menjadi Rp 42.000 per orang per bulan.
Namun, Mahkamah Agung kemudian membatalkan kenaikan iuran tersebut dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Dengan demikian, iuran BPJS kembali ke awal, yakni Rp 80.000 per bulan untuk kelas I, Rp 51 per bulan untuk kelas II dan Rp 25.500 per bulan untuk kelas III.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)