Dinilai Melanggar Hukum, LBH Minta Presiden Cabut Perpres 64 Tahun 2020
langkah Presiden adalah bentuk pembangkangan hukum terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara Hak Uji Materil Nomor : 7P/HUM/2020.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana meminta pemerintah mencabut Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Menurut dia, langkah Presiden adalah bentuk pembangkangan hukum terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara Hak Uji Materil Nomor : 7P/HUM/2020.
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Pemerintah Jamin Tak Ada Penolakan Pasien hingga Alasan Kamar Kosong
"(Meminta) mencabut Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dan menghentikan segala manuver hukum untuk menaikkan iuran BPJS yang menyengsarakan rakyat dan melanggar hukum," kata dia, Jumat (15/5/2020).
Meskipun nominal kenaikan iuran dalam Perpres 64/2020 berbeda, namun kata dia, tindakan mereplikasi kebijakan serupa dengan dasar yang sama hanya menunjukan Presiden bermain-main dengan utusan MA dan tidak menghormati hukum.
Baca: Kembali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Komisi IX DPR: Pemerintah Tak Taat Hukum
Dia menilai, Presiden melanggar ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Mahkamah Agung dan juga Asas-Asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dengan mereplikasi pengaturan yang telah dinyatakan tidak sah.
"Lebih jauh, tindakan Presiden adalah pelecehan terhadap prinsip dasar negara hukum dalam UUD 1945," kata dia.
Baca: BREAKING NEWS: Seorang Polisi di Sulawesi Tembak Istrinya dan Anggota TNI
Untuk itu, dia meminta, pemerintah menghentikan kebijakan jaminan kesehatan yang membebankan rakyat dan segera melakukan pembenahan tata kelola program Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS untuk menjalankan tujuan perlindungan kesejahteraan sosial yang dijamin Pasal 28H ayat (1), (2), (3) dan Pasal 34 ayat (1) dan (2) UUD 1945.
Hal ini dapat didahului dengan membuka audit BPKP terhadap BPJS Kesehatan kepada publik.
"Menghentikan seluruh tindakan, kebijakan ataupun manuver politik yang semakin memiskinkan rakyat kecil di tengah darurat kesehatan Covid 19 dan kembali pada amanat UUD 1945 untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia dengan tetap memegang teguh prinsip negara hukum, demokrasi dan Hak Asasi Manusia," ujarnya.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo kembali menaikan iuran BPJS Kesehatan dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dengan diterbitkannya Perpres 64/2020 yang ditandatangani pada 5 Mei 2020 tersebut, Presiden menaikan iuran bagi peserta mandiri yang akan berlaku pada Juli 2020. Kenaikan iuran hampir 100% berlaku bagi peserta BPJS Kesehatan kelas I, Kelas II dan Kelas III Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP).
Kenaikan tersebut hanya sedikit lebih kecil dari kenaikan iuran dalam Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Padahal, Mahkamah Agung di akhir Februari lalu telah mengeluarkan Putusan Mahkamah Agung No. 7P/HUM/2020 atas permohonan uji materiil yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang menyatakan kenaikan iuran BPJS melalui Perpres 75/2019 melanggar hukum.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.