Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kerap Timbulkan Polemik di Masyarakat, Pemerintah Disarankan Evaluasi BPJS

evaluasi BPJS Itu perlu dilakukan untuk melihat apakah sejauh ini peran lembaga tersebut sudah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Kerap Timbulkan Polemik di Masyarakat, Pemerintah Disarankan Evaluasi BPJS
Kolase Tribunstyle.com, Instagram @jokowi
Presiden Joko Widodo naikkan iuran BPJS Kesehatan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Legal Culture Institute, M. Rizqi Azmi, menyarankan pemerintah mengevaluasi sistem jaminan sosial yang melahirkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Menurut dia, upaya evaluasi BPJS Itu perlu dilakukan untuk melihat apakah sejauh ini peran lembaga tersebut sudah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat atau menimbulkan masalah berlarut larut.

Baca: Ramai Postingan Gaji Rp 20 Juta Tak Mampu Bayar Cicilan karena Corona, Begini Tips Kelola Keuangan

“Kami menyarankan sistem di evaluasi dan kalau ada kemampuan BPJS menyelenggarakan pasca evaluasi dilanjutkan dengan iuran sebelum kenaikan. Apabila tidak ada kemampuan sebaiknya dibubarkan sembari pengganti alternatif terbaik,” kata dia, Jumat (15/5/2020).

Pada saat ini, dia menilai, pengelolaan BPJS tidak dilakukan secara transparan dalam data terkait kenaikan yang di amanatkan dalam ruh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial.

Baca: 11 Juta Penduduk Wuhan Kembali Jalani Tes Covid-19, Setelah Kasus dan Klaster Baru Ditemukan

Dari awal pembentukan, kata dia, pembentukan BPJS menggelontorkan besar untuk internal seperti gaji pegawainya yang luar biasa.di awal pemerintahan Jokowi di gelontorkan dana Rp 166 Triliun.

Namun, dia melihat BPJS tidak managable dan sering melakukan standing fraud.

“Pertanyaanya adalah bagaimana sistem pengelolaan keuangan di BPJS? Yang sebenarnya ini adalah pekerjaan simpel karena customernya sudah jelas gak perlu marketingnya yang bekerja keras seperti asuransi swasta lainnya,” ujarnya.

Baca: Polisi Ingatkan Masyarakat Berhati-hati, Pembuat & Pengguna Surat Keterangan Palsu Bisa Dipenjara

Berita Rekomendasi

Mengenai upaya Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahyn 2018 tentang Jaminan Kesehatan, kata dia, Presiden sudah melampaui amanat konstitusi pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.

Dia menjelaskan, akumulasi dari lahirnya Perpres 64 tahun 2020 ini adalah presiden tidak hanya melawan hukum tetapi juga membangkang terhadap hukum karena tetap menaikan iuran BPJS dengan ketentuan baru.

“Sebagaimana ditegaskan pasal 31 Undang-Undang Mahkamah Agung segala putusan MA sifatnya final and binding. Artinya peraturan yang serupa tidak boleh dimunculkan kembali pada pokoknya. Pada BPJS misalkan pokoknya adalah kenaikan tarif tanpa dasar,” tambahnya.

Untuk diketahui, Pemerintah melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020 itu akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan per tanggal 1 Juli 2020.

Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000. Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000. Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500. Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.

Padahal, Mahkamah Agung  melalui putusan perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil, telah membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas