Kebijakan Presiden Naikkan Iuran BPJS di Tengah Covid-19 Mempermainkan Hati Rakyat
Politikus PKS menilai seharusnya pemerintah melonggarkan segala bentuk tanggungan masyarakat, bukan justru tambah membebani.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Heryawan menyebut kebijakan Presiden Joko Widodo menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebagai hal yang mempermainkan hati rakyat.
"Apa yang dilakukan Presiden Jokowi itu menyakiti dan mempermainkan hati rakyat," ujar Netty, dalam keterangannya, Senin (18/5/2020).
Apalagi kenaikan iuran BPJS ini justru dilakukan pemerintah ketika kesehatan dan ekonomi rakyat tengah bermasalah dihantam badai Covid-19.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera tersebut menilai seharusnya pemerintah melonggarkan segala bentuk tanggungan masyarakat, bukan justru tambah membebani.
"Negara kita memang beda, saat rakyat butuh bantuan karena hantaman Corona, justru pemerintah menaikkan iuran," kata dia.
"Dalam keadaan seperti sekarang, negara lain justru berusaha mensubsidi rakyatnya. Inggris misalnya, yang akan melakukan apa saja untuk mensubsidi NHS (National Health Services). Pemerintah kita malah menambah beban rakyat. Makanya saya bilang, negara kita memang beda," imbuhnya.
Baca: Raffi Ahmad Emosi Mobil Rp 15 Miliar Diisi Bensin Eceran Sama Denny Cagur, Nagita Ikutan Kesal
Padahal selama ini, menurutnya, pemerintah memiliki uang guna memberikan stimulus pada korporasi besar.
Tak hanya itu, pemerintah menurutnya juga sanggup membiayai Program Kartu Prakerja yang seharusnya ditunda.
Dia mengatakan hal tersebut patut dipertanyakan. Terlebih menaikkan iuran juga belum tentu bisa mengurangi defisit BPJS.
Salah langkah, kata dia, justru bisa memperlebar defisit. Karena orang-orang akan kemungkinan akan ramai-ramai pindah kelas, dari kelas I dan II bisa saja pindah ke kelas III. Orang-orang juga kemungkinan bakal mangkir membayar iuran.
Bahkan Netty menilai hal tersebut dapat menjadi pemicu lahirnya sikap pembangkangan massal karena merasa terlalu ditekan dalam kehidupan yang makin sulit.
"Keputusan MA kemarin kan jelas, beberapa alasan dikabulkannya gugatan atas Perpres 75/2019 itu karena keuangan BPJS tidak transparan, ditambah lagi bonus yang berlebihan untuk pejabat BPJS, juga banyak perusahaan yang tidak bayar BPJS, harusnya ini yang dikoreksi bukan malah menambah beban rakyat," ungkapnya.
Baca: Satgas Pangan Polri Kawal Distribusi Beras ke 7 Daerah yang Mengalami Defisit
Netty secara tegas meminta agar pemerintah tidak bermain-main dan mengakali hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini.
Pemerintah seharusnya menjadi contoh sebagai institusi yang baik dan taat pada hukum, jangan malah sebaliknya.
Lebih lanjut, Netty juga menilai pemerintah tidak maksimal dalam melindungi kesehatan warganya dari ancaman Covid-19.
"Silakan dicek sampai sekarang saja tes Corona kita masih sangat rendah, padahal ini sudah dititahkan presiden sejak sebulan yang lalu, alat-alatnya juga sudah diimpor. Pencegahan kita sangat lamban jika dibandingkan dengan negara lain," kata dia.
"Negara China misalnya, ketika ditemukannya kasus baru di Wuhan baru-baru ini pemerintahnya merencanakan untuk mengetes 11 juta warga Wuhan hanya dalam waktu 10 hari. Bahkan pejabat di daerah tersebut juga dicopot karena dianggap gagal mencegah munculnya kasus baru, di kita pernah nggak ada pejabat yang dicopot meskipun penanganannya untuk Covid-19 berantakan?" tandasnya.