DPR: Terbitnya Perpres 64/2020 Harus Jadi Momentum Pembenahan Program Jaminan Kesehatan Nasional
Melki Laka Lena mengajak semua pihak untuk duduk bersama mencari solusi komperhensif dan jangka panjang pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Diterbitkannya Perpres 64 tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan yang merupakan perubahan kedua atas Perpres no 82 tahun 2018 menimbulkan pro kontra lantaran mengatur besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena mengajak semua pihak untuk duduk bersama mencari solusi komperhensif dan jangka panjang pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional.
Karena itu, Komisi IX DPR RI sedang menjadwalkan digelarnya rapat usai lebaran atau Hari Raya Idul Fitri.
Baca: Kronologi Perawat RS Royal Surabaya, Ari Puspita Sari Meninggal: Sudah Kritis
"Semua pihak para pemangku kepentingan eksekutif dan legislatif termasuk berbagai kelompok masyarakat sipil yang concern bisa segera duduk bersama setelah lebaran untuk mencari solusi terbaik," kata Melki kepada Tribunnews, Selasa (19/5/2020).
Politikus Partai Golkar itu menyebut isu sentral yang selalu menyertai perjalanan dan kinerja BPJS Kesehatan yaitu kepesertaan, biaya, dan manfaat pelayanan.
Baca: Kronologi Perawat RS Royal Surabaya, Ari Puspita Sari Meninggal: Sudah Kritis
Perdebatan yang selalu mengemuka dan mengundang debat publik adalah aspek iuran.
Monitoring dan evaluasi aspek lain tidak begitu menjadi perhatian masyarakat luas termasuk para pemangku kepentingan.
"Pembahasan yang selalu menguras energi antara pemerintah khususnya Kemenkes, DPR RI melalui komisi lX dan BPJS Kesehatan dominan berkutat di iuran," ucap Melki.
Melki mengungkapkan dalam rapat gabungan Komisi lX DPR RI dengan Kemenkes, BPJS Kesehatan dan pihak pemerintah lainnya, setuju kenaikan iuran kelas 1 dan 2.
Namun tidak setuju kenaikan kelas 3 mandiri pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).
Baca: Total 4.467 Orang Sembuh dari Covid-19 di Indonesia, Terbanyak DKI Jakarta 1.329 Orang
Untuk memastikan usulan tersebut tidak ada pelanggaran hukum, dibuat pertemuan oleh pimpinan DPR RI melibatkan pimpinan Polri, pimpinan Kejagung dan BPK yang hasilnya merestui langkah yang dilakukan secara teknis oleh BPJS Kesehatan.
"Usulan rapat maraton komisi lX dan rapat lintas komisi yang dipimpin pimpinan DPR RI bersama berbagai wakil pemerintah terkait kenaikan iuran sebenarnya terakomodasi hampir lengkap dalam Perpres 64 tahun 2020 ini," ucapnya.
"Sayang waktu itu jajaran pemerintah khususnya yang mengurus keuangan negara tidak cepat tanggap mengeksekusi keputusan bersama berbagai otoritas legislatif dan eksekutif," imbuhnya.
Melki mengatakan hak pemerintah menaikan iuran BPJS melalui Perpres 64 tahun 2020 sebagai produk hukum baru untuk mengisi kekosongan hukum akibat dibatalkannya Perpres 75 tahun 2019 tentang jaminan kesehatan.
Ia juga memahami substansi Perpres terbaru mengakibatkan pro kontra di publik lantaran suasana kebatinan masyarakat sedang sulit akibat pandemi Covid-19.
"Terbitnya Perpres 64 tahun 2020 harus jadi momentum semua pemangku kepentingan berdialog lakukan pembenahan menyeluruh penyelenggaran program jaminan kesehatan nasional," katanya.
Sebelumnya, pemerintah resmi mengumumkan kenaikan besaran iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kelompok pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).
Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang diteken Presiden Rabu (13/5/20) menjelaskan kenaikan iuran berlaku untuk kelas I dan kelas II terlebih dahulu pada 1 Juli 2020.
Sementara iuran kelas III baru akan naik pada tahun 2021 mendatang.
Adapun kenaikan iuran itu untuk peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000 dari saat ini Rp 80.000.
Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000.
Sedangkan iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Untuk peserta mandiri kelas III ini, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.