Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

WNI Repatriasi yang Dikarantina di Wisma Atlet Mengeluh, Ini Penjelasan Wakil Panglima Kogasgabpad

M Saleh, mengatakan Kunaifi beserta keluarganya masuk dalam rombongan gelombang pertama ke Tower 9 Wisma Atlet Pademangan

Penulis: Gita Irawan
Editor: Sanusi
zoom-in WNI Repatriasi yang Dikarantina di Wisma Atlet Mengeluh, Ini Penjelasan Wakil Panglima Kogasgabpad
TRIBUN/CECEP BURDANSYAH
Tim psikolog TNI AD yang dipimpin Kapten Didon memberikan game kepada pasien di lantai 27, Tower 7, Wisma Atlet, Kemayoran, Selasa (5/5/2020). Wisma Atlet Kemayoran telah dialihfungsikan menjadi RS Darurat Covid-19, setelah pandemi Virus Corona mendera Indonesia. TRIBUNNEWS/CECEP BURDANSYAH 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa waktu ini beredar tulisan di sejumlah grup WhatsApp mengenai keluhan WNI repatriasi terkait kondisi penanganan di Wisma Atlet.

Tulisan tersebut disampaikan oleh seorang kandidat doktor yang terpaksa pulang ke Indonesia di tengah pandemi bersama istri dan dua anak karena visa dan beasiswanya yang hampir habis di Universitas Twente, Belanda bernama Kunaifi.

Dalam tulisan tersebut Kunaifi menyampaikan kondisi saat masuk ke Gedung C2 Wisma Atlet Kemayoran pada Sabtu (16/5/2020).

Baca: New Normal, Bamsoet: SOP Penting Agar Masyarakat Tidak Bingung

Baca: Komisaris Australia Gerah dengan Kehadiran Militer Beijing di Laut China Selatan

Dalam tulisan tersebut Kunaifi mengatakan bahwa social distancing tidak terlaksana sama sekali, adanya antrean untuk mengambil makan karena porsi makan sedikit, antrean di lift, dan kurangnya kejelasan mengenai penerapan aturan atau protokol kesehatan.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Panglima Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad) RS Darurat Wisma Atlet Brigjen TNI M Saleh, mengatakan Kunaifi beserta keluarganya masuk dalam rombongan gelombang pertama ke Tower 9 Wisma Atlet Pademangan yang kondisinya baru awal dibuka.

"Kami perlu jelaskan bahwa Tower 9 atau Blok C2 ini adalah wisma karantina untuk repatriasi, jadi bukan termasuk RS Darurat Wisma Atlet," kata Saleh dalam keterangannya pada Selasa (19/5/2020).

Berita Rekomendasi

Saleh mengungkapkan saat kondisi awal Tower 9 Wisma Atlet baru dibuka memang kesiapannya belum maksimal di mana gedung dan fasilitasnya belum siap 100 persen, petugas dari TNI, dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) maupun dari instansi terkait pun masih sangat terbatas.

Ia mengatakan Tower 9 baru disiapkan dua hari sebelumnya, yaitu tanggal 14 Mei 2020 atas hasil keputusan Presiden pada Ratas Repatriasi WNI.

"Namun pada saat itu jumlah WNI repatriasi yang masuk jumlahnya sangat banyak, bahkan pada satu hari itu saja yang masuk mencapai lebih dari 1.000 orang," kata Saleh.

Saleh menjelaskan, Tower 9 Wisma Atlet memang menjadi salah satu tempat yang disiapkan Pemerintah untuk menampung para WNI repatriasi yang baru kembali dari luar negeri baik dari Anak Buah Kapal (ABK), Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan juga mahasiswa yang terus berdatangan dari bandara Soekarno Hatta.

Ia mengungkapkan belum sampai seminggu dioperasionalkan, saat ini setidaknya terdapat sebanyak 2.158 warga yang sudah masuk dan sedang menjalani karantina di Tower 9 Wisma Atlet.

Namun seiring dengan berjalannya waktu sambil menangani warga yang sedang menjalani karantina, Saleh menjelaskan bahwa upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi terus dilakukan.

Ia mengatakan untuk kondisi sekarang banyak fasilitas yang secara bertahap sudah dipenuhi sehingga menunjang perbaikan sistem dan manajemen.

“Kondisi sekarang sudah jauh berbeda. Sejak diterima saat pendaftaran, saat pemeriksaan, menjalani masa karantina sampai sembuh dan dinyatakan bisa meninggalkan Wisma Atlet, sudah dapat berjalan dengan baik," kata Saleh.

Atas tulisan ini pihak Kogasgabpad tetap menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih.

"Alhamdulillah, untuk kondisi sekarang sudah banyak perbaikan. Namun tetap kami berterimakasih atas masukan seperti ini yang yang sangat bermanfaat bagi kami, untuk bisa terus menyempurnakan apa yang telah sama-sama kita lakukan," kata Saleh.

Selain itu Saleh juga meminta kerja sama dari para WNI repatriasi yang baru masuk ke dalam Tower 9 Wisma Atlet agar dengan penuh kesadaran mematuhi aturan protokol kesehatan walaupun tanpa diperintah.

"Saya menghimbau walaupun tanpa ada tulisan atau pengawasan petugas, siapapun sadar untuk menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan menjaga kebersihan," kata Saleh.

Berikut keluhan Kunaifi yang sempat viral:

Penulis: Kunaifi
Awardee LPDP program Doktoral di Universitas Twente. Terpaksa pulang ke Indonesia di tengah corona bersama istri dan dua anak karena visa dan beasiswa hampir habis.

"Kami masuk ke Wisma Atlet Kemayoran hari Sabtu siang.

Yang saya amati di gedung C2 Wisma Atlet Kemayonan bahwa social distancing tidak terlaksana sama sekali.

Tidak ada yang perlu disalahkan tapi ada yang bisa dibenahi.

Pihak TNI dan petugas di sini terlihat telah berupaya semaksimal mungkin dengan segala daya yang mereka punya. Namun, penularan terus terjadi. Melalui berbagai pengumuman kami diberitahu bahwa penularan terjadi karena banyak warga wisma turun ke lantai 1. Itu benar, tapi hanya salah satu penyebab. Yang jugs penting digali adalah akar penyebab mengapa orang pergi ke lantai 1? Mengapa orang tetap berdesakan?

Penyebabnya menurut saya sbb:

SATU

Distribusi makanan dan porsi makanan. Di hari Sabtu makanan dibagikan di lantai 1. Setiap orang mengambil makanan sendiri ke kantong-2 plastik di langai 1. Orang turun ke sana dan berdesakan tanpa jarak.

Hari Senin orang dilarang turun ke lantai 1. Makanan diantar ke setiap lantai. Tapi jumlah makanan selalu kurang sehingga orang mulai berebut. Lagi2, tak ada jaga jarak saat berebut makanan di setiap lantai.

Sahur tadi makanan datang setelah azan subuh. Kami berempat sekeluarga, tapi hanya dapat dua kotak nasi. Malam ini keluarga saya malah tak dapat makanan. Kami puasa dan tadi sahur berempat dengan dua makanan. Malam ini saya terpaksa turun ke lantai 1 mesan makanan lewat gofood.

Mengapa jumlah makanan selalu kurang? Mungkin karena porsi setiap kotaknya terlalu kecil. Anak saya yang besar dan kawan2 ABK yang masih muda2 dan kuat2 itu butuh porsi paling tidak 3x lipat dibanding yang dibagikan. Walhasil mereka ambil lebih dari 1 kotak sehingga yang ingin jaga jarak tak kebagian jatah karena keduluan mereka yang 'kuat berebut.' Mereka tak salah mengambil lebih, karena porsinya memang kecil.

Jika cara membagikan makanan tidak diubah, orang tetap akan berdesakan dan berebut makanan. Jika porsi makanan tidak ditambah, orang tetap akan ambil lebih dan yang tak kebagian tetap akan mencari solusi ke lantai 1.

Mulai Senin malam orang dilarang pesan makanan lewat gofood. Pertanyaan: mereka yang tidak dapat makanan akan makan apa, bukankah makanan tidak cukup?

DUA

Penggunaan lift wajib dikontrol ketat. Di hari Sabtu sore, aparat TNI yang menjaga lift di lantai 1 malah berusaha memenuhkan lift. Di dalam lift, bahu ketemu bahu. Anak2 saya ketakutan bersentuhan serapat itu dengan orang2 yang baru datang dari negara2 pandemi Covid, saya dan istri juga takut. Sudah 2 bulan lebih kami di rumah saja di eropa sehingga agak ketakutan bertemu orang serapat itu. Tapi jika menunggu lift sepi, kami tak kan pernah sampai ke kamar di lantai 19. Koper kami 5 dan besar2, tak bisa diangkat lewat tangga walaupun kami ingin melakukannya. Pak TNI juga tidak salah karena memenuhkan lift, sebab jika lift dibuat sepi, antrian di depan pintu lift akan sangat sangat panjang karena orang sangat ramai dan pendatang baru terus datang.

Lift juga sepertinya jarang (atau mungkin malah tidak pernah) dibersihkan. Bekas tangan dan jari amat jelas di tombol dsn dindingnya. Berapa jari sudah menekan tombol2 di lift itu? Jari saya juga sering menyentuhnya. Saya alas dengan tissue tapi tentu tak sempurna terlindungi.

TIGA

Kami masuk Wisma Atlet tanpa protokol. Tidak ada aturan main di sini. Minimal kami tidak diberi tahu. Tak ada banner atau tanda2 penting di dinding. Orang seolah dituntut untuk cerdas sendiri. Orang tak tahu apa yang dilarang sehingga tetap melakukan kesalahan dan membuat pak TNI marah marah di mikrofon. Tapi orang tidak tahu protokol kesehatan Covid yang benar itu seperti apa?Masih ada yang keluar kamar tanpa masker. Tidak sedikit yang ngobrol bergerombol sambil berpelukan. Ada yang makan di tangga.

Tidak semua warga wisma ini adalah para pembaca berita. Profesi orang di sini beragam; ABK, TKI, pelajar, dll. Tak semuanya sudah paham sebelum datang ke sini. Perlu ada upaya untuk membuat orang paham dengan pesan2 yang gamblang. Bukankah ini adalah pusat pengendalian Covid di Jakarta? Untuk promosi politik dan keberhasilan pejabat banyak infografis cantik, tapi di sini kok tidak ada?

Jadi, segala bentuk ketidakdisiplinan dan pengabaian itu ada latar belakang yang mendorongnya terjadi. Ada resiko besar di balik itu. Itulah yang harus dibenahi segera. Warga wisma ini kebanyakan hanyalah orang2 yang tak tahu apa2 saat dibawa ke sini. Kami sekeluarga begitu terkejut saat turun di Soetta langsung diangkut ke sini. Kami tidak dikabari siapapun sebelumnya. Andai kami tahu, mungkin kami memilih tinggal dulu di Eropa yang jauh lebih aman dan nyaman. Hak kami untuk tahu tidak diberikan. Sekarang di sini hak kami untuk makan dan berjarak pun sedang terancam.

Tolong sampaikan ini kepada orang2 di atas sana. Mungkin mereka belum tahu detail2 berbahaya yang sedang berlangsung di sini. Jika tidak ada perubahan sistem, sebaiknya lepaskan saja kami. Di luar sana kami punya ruang yang luas untuk jaga jarak, menjaga diri dan orang lain. Jangan sampai kami yang sehat saat berangkat dari luar negeri justru terjangkit di pusat pengendalian Covid ini. Jangan sampai Wisma Atlet menjadi pusat penularan Covid.

Pengelola wisma melihat masalah dari sudut pandang mereka. Saya melihat dari sudut pandang selaku warga wisma. Tidak untuk menyalahkan siapa2, tapi andai kedua sudut pandang dipertemukan, mungkin kita lebih cepat membuat perbaikan."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas