IKOHI: Mei 2020 Terasa Berbeda Bagi Keluarga Korban Tragedi Mei 1998
IKOHI mengatakan bulan Mei 2020 terasa sangat berbeda dengan tahun sebelumnya bagi keluarga korban tragedi Mei 1998.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perwakilan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Hida mengatakan bulan Mei 2020 terasa sangat berbeda dengan tahun sebelumnya bagi keluarga korban tragedi Mei 1998.
Hal ini diungkapkannya dalam diskusi online 'Melawan Lupa dengan Budaya Populer', Kamis (21/5/2020).
"Kondisi komunitas keluarga korban di bulan Mei sekarang ini terasa berbeda sekali dengan bulan Mei di tahun sebelumnya," ujar Hida.
Alasannya, kata dia, pada bulan Mei tahun-tahun sebelumnya keluarga korban masih dapat menyuarakan keinginan mencari keadilan hingga melakukan tabur bunga di pusara korban-korban pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Baca: Menteri Agama: Pandemi Corona Tidak Boleh Mengurangi Kebahagiaan Idul Fitri
"Karena di bulan Mei ini, terutama untuk keluarga Mei '98 hang biasanya memperingati setiap tahunnya dengan mengadakan tabur bunga atau ritual ke Pondok Rangon, sekarang tidak bisa. Untuk saat ini karena memang kita dalam kondisi yang sangat berbeda sehingga kita tidak mengadakan itu," jelasnya.
Hida juga mengatakan bahwa para keluarga korban sangat terdampak dari adanya pandemi Covid-19.
Terlebih para ibu-ibu yang anaknya menjadi korban dalam tragedi Mei 1998.
Baca: 22 Tahun Reformasi, Cak Imin: Kita Patut Menghitung Ulang dan Melakukan Evaluasi Total
Para ibu tersebut, kata dia, tak hanya berlaku sebagai aktivis yang memperjuangkan hak-hak keadilan melalui aksi Kamisan, namun juga sebagai tulang punggung keluarga.
"Mereka sangat terdampak dari adanya Covid-19. Mereka yang biasanya berjualan atau berdagang di depan pabrik tapi karena kondisi pabrik libur mereka menjadi terdampak dan berkurang penghasilannya," kata dia.
Demikian juga dengan keluarga korban yang kesehariannya mengais rezeki sebagai ojek online.
Hida mengungkap mereka sangat terdampak Covid-19 karena mengalami pengurangan jumlah penumpang.
"Mereka yang kesehariannya adalah ojek online juga sangat berkurang, biasanya sehari bisa mendapat 12-13 penumpang, sekarang paling banter hanya satu atau dua penumpang. Jadi sangat terdampak. Ibaratnya komunitas Mei '98 selain merasakan jadi korban dari pelanggaran HAM masa lalu yakni tragedi Mei 98, juga terdampak dari Covid-19," katanya.