Begini Alasan Terdakwa Pilih Siram Air Keras Dibandingkan Bunuh Novel Baswedan
Rahmat Kadir disebutkan kesal melihat perilaku Novel yang dituding sebagai sok suci dan menghianati institusi polri.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Hamdi Muluk M.Si mengungkapkan alasan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette lebih memilih menyiramkan air keras dibandingkan membunuh langsung penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Dia mengatakan hal tersebut diketahuinya saat mewawancarai langsung kedua terdakwa di Bareskrim Polri dalam kapasitasnya sebagai ahli.
Dalam wawancara itu, Rahmat Kadir mengaku hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel.
"Kenapa kamu tidak membunuh sekalian? Kata dia, oh bisa saja, saya itu satuan brimob. Saya ingin melihat, 'tuh nyaho sih lu' kalau kata anak sekarang gitu. Ingin kasih pelajaran begitu," kata Hamdi saat menjadi saksi ahli di PN Jakarta Utara, Kamis (28/5/2020).
Baca: Keberhasilan Singapura Tangani Covid-19, Lebih dari 50 Persen Pasien Sembuh
Hamdi mengatakan Rahmat Kadir memang telah lama obsesif dengan sosok Novel.
Selama ini, Rahmat Kadir disebutkan kesal melihat perilaku Novel yang dituding sebagai sok suci dan menghianati institusi polri.
"Dia hanya diliat di televisi. Dia liat orang ini kok dia tidak suka. Petantang petenteng itu bahasa dia. Sok suci, dia sendiri ngorbanin sendiri anak buahnya kok di kasus sarang burung wallet. Kok dia tega dan malah institusi polri dia bonyokan terus. Saya benci dan saya muak. Dan itu menjadi obsesif bagi dia. Dan dia pikirin terus," ungkapnya meniru ucapan Rahmat.
Baca: Buntut Tak Terima Ditolak Petugas Covid-19 Masuk ke Desa, Sekelompok Pemuda Terancam 7 Tahun Penjara
Dalam perspektif kepribadian, sosok Rahmat memang berkepribadian yang agresif dan impulsif. Sebaliknya, seseorang seperti Rahmat adalah orang yang dinilai tidak mudah berpikir panjang.
"Kalau Rahmat itu lebih impulsif, agresif, berani, sosialisasi dengan nilai kekerasan lebih besar. Dia ingin melampiaskan. Pada titik tertentu, orang berpikir pendek seperti Rahmat itu dia tidak antisipasi bahwa punya dampak panjang bisa merusak kesatuannya," pungkasnya.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bersama-sama telah melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada 11 April 2017 lalu.
Hal itu diungkapkan JPU saat membacakan surat dakwaan di sidang perdana dua terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan di Ruang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (19/3/2020). Sidang ini dihadiri langsung oleh kedua terdakwa penyiraman Novel.
Dalam surat dakwaan, JPU mendakwa Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat.