Akademisi: Semua Harus Sepakat Leading Sector Penanganan Terorisme Aparat Penegak Hukum
Ini menjadi ancaman baru bagi pengantar masuknya militer dalam supremasi sipil, serta melanggar HAM
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeritas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi menilai, regulasi hukum mengenai pelibatan militer dalam Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) yang mengatur kewenangan TNI dalam pemberantasan terorisme harus diperhatikan.
Menurutnya, sebelum membuat rumusan kewenangan TNI di dalam perpres tersebut, yang harus dirapikan terdahulu adalah regulasi hukum soal apa saja yang termasuk tindak terorisme.
Selain itu, teritori tindak pidana maupun mekanisme pelibatannya.
“TNI bukanlah aparat penegak hukum melainkan adalah aparat pertahanan negara. Kita harus sepakat dulu terkait hal ini,” ucap Airlangga saat dikonfirmasi, Minggu (7/6/2020).
Baca: Bisnis Obat Resep DVL Tumbuh 31 Persen di Tengah Pandemi Covid-19
Baca: Robert Lewandowski dan Thomas Mueller Cetak Rekor Usai Muenchen Kalahkan Leverkusen
Baca: Odion Ighalo Bakal Minta Wasit Tegas Jika Lihat Ada Rasialisme di Lapangan Sepakbola
“Hati-hati, ini menjadi ancaman baru bagi pengantar masuknya militer dalam supremasi sipil, serta melanggar HAM,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa prinsipnya bahwa leading sector dari penanganan terorisme adalah aparat penegak hukum dan keamanan negara, dalam hal ini melalui BNPT.
“Relasi hukum ini dulu yang harus diselesaikan dan semua pihak harus tahu dan paham,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumya, awal Mei 2020 lalu pemerintah menyerahkan draft Peraturan Presiden tentang tugas TNI dalam mengatasi Aksi Terorisme ke DPR.
Penyerahan Rancangan Perpres yang dilakukan di tengah pandemi Covid 19 itu sontak memicu reaksi penolakan oleh sejumlah aktivis, akademisi hingga tokoh masyarakat melalui penandatangan petisi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.