Pasal Tentang Pers di Omnibus Law Cipta Kerja Diminta Dihapus
Pada rapat itu, Dewan Pers dan AJI sama-sama meminta pasal terkait pers di RUU tersebut dicabut.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat dengar pendapat dengan Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Kamis (11/6/2020).
Rapat mengagendakan pembahasan RUU Cipta Kerja terkait pasal tentang pers.
Pada rapat itu, Dewan Pers dan AJI sama-sama meminta pasal terkait pers di RUU tersebut dicabut.
"Usulan kami RUU Cipta Kerja menghapus yang berkaitan dengan pengaturan sektor pers," ucap Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Agung Dharmajaya.
Perwakilan pers menyoroti sejumlah pasal yang sudah diatur dalam UU no. 40/1999 tentang Pers bersinggungan langsung dengan sejumlah pasal di Omnibus Law.
Baca: Baleg DPR Undang Dewan Pers dan AJI Bahas RUU Cipta Kerja
Yaitu pasal 11 dan 18 UU no.40/1999. Pasal 11 dalam UU Pers mengatur soal penanaman modal asing berbunyi:
"Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal".
Sementara di RUU Omnibus Law Cipta Kerja berubah menjadi:
"Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman moda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal".
Ketua AJI Abdul Manan dalam rapat itu tersebut mempermasalahkan kalimat 'pemerintah pusat mengembangkan usaha pers'.
"Ini menimbulkan pertanyaan. Jadi seperti ingin memberikan peran baru pada pemerintah pusat dalam mengembangkan pers," ujarnya.
Selain itu, pihak pers juga menyoroti persoalan kenaikan denda pada pihak yang menghalangi kinerja pers, maupun perusahaan pers yang melakukan pelanggaran.
Dalam UU Pers, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kinerja pidana penjara paling lama dua tahun atau denda Rp 500 juta.
Ketentuan tersebut masih sama di Omnibus Law, namun denda dinaikkan menjadi Rp 2 miliar.
Kemudian, di UU Pers perusahaan pers yang melanggar ketentuan dikenai denda Rp 500 juta. Di Omnibus Law Cipta Kerja, denda dinaikkan sampai Rp 2 miliar.
Kenaikan denda tersebut dipermasalahkan pihak pers karena dari segi penegakkan hukum pers, polisi lebih sering menggunakan pidana umum pada pihak yang menghalangi kinerja jurnalistik.
Sementara itu, denda bagi perusahaan pers juga dinilai terlalu besar.
"Bagi kami konsennya pemberian sanksi itu dengan semangat mendidik, bukan membangkrutkan. Dewan tahu iklim ekonomi pers, syarat permodalan pers saja 50 juta, tapi kalau sanksinya 2 miliar semangatnya membumihanguskan bukan mendidik," ucap Abdul Manan.