Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Pasal Tentang Pers di Omnibus Law Cipta Kerja Diminta Dihapus

Pada rapat itu, Dewan Pers dan AJI sama-sama meminta pasal terkait pers di RUU tersebut dicabut.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pasal Tentang Pers di Omnibus Law Cipta Kerja Diminta Dihapus
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Aliansi Forum Ormas dan Harokah Islam (Formasi) Jawa Barat menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (13/3/2020). Dalam aksinya, mereka menolak secara penuh Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena dinilai beberapa pasalnya menghilangkan hak-hak rakyat, serta mengabaikan banyak aspek dan hal demi mengutamakan kepentingan pengusaha. Tribun Jabar/Gani Kurniawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat dengar pendapat dengan Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Kamis (11/6/2020).

Rapat mengagendakan pembahasan RUU Cipta Kerja terkait pasal tentang pers.

Pada rapat itu, Dewan Pers dan AJI sama-sama meminta pasal terkait pers di RUU tersebut dicabut.

"Usulan kami RUU Cipta Kerja menghapus yang berkaitan dengan pengaturan sektor pers," ucap Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Agung Dharmajaya.

Perwakilan pers menyoroti sejumlah pasal yang sudah diatur dalam UU no. 40/1999 tentang Pers bersinggungan langsung dengan sejumlah pasal di Omnibus Law.

Baca: Baleg DPR Undang Dewan Pers dan AJI Bahas RUU Cipta Kerja

Yaitu pasal 11 dan 18 UU no.40/1999. Pasal 11 dalam UU Pers mengatur soal penanaman modal asing berbunyi:

"Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal".

Berita Rekomendasi

Sementara di RUU Omnibus Law Cipta Kerja berubah menjadi:

"Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman moda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal".

Ketua AJI Abdul Manan dalam rapat itu tersebut mempermasalahkan kalimat 'pemerintah pusat mengembangkan usaha pers'.

"Ini menimbulkan pertanyaan. Jadi seperti ingin memberikan peran baru pada pemerintah pusat dalam mengembangkan pers," ujarnya.

Selain itu, pihak pers juga menyoroti persoalan kenaikan denda pada pihak yang menghalangi kinerja pers, maupun perusahaan pers yang melakukan pelanggaran.

Dalam UU Pers, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kinerja pidana penjara paling lama dua tahun atau denda Rp 500 juta.

Ketentuan tersebut masih sama di Omnibus Law, namun denda dinaikkan menjadi Rp 2 miliar.

Kemudian, di UU Pers perusahaan pers yang melanggar ketentuan dikenai denda Rp 500 juta. Di Omnibus Law Cipta Kerja, denda dinaikkan sampai Rp 2 miliar.

Kenaikan denda tersebut dipermasalahkan pihak pers karena dari segi penegakkan hukum pers, polisi lebih sering menggunakan pidana umum pada pihak yang menghalangi kinerja jurnalistik.

Sementara itu, denda bagi perusahaan pers juga dinilai terlalu besar.

"Bagi kami konsennya pemberian sanksi itu dengan semangat mendidik, bukan membangkrutkan. Dewan tahu iklim ekonomi pers, syarat permodalan pers saja 50 juta, tapi kalau sanksinya 2 miliar semangatnya membumihanguskan bukan mendidik," ucap Abdul Manan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas