Politisi PKS Anggap Menag Gagal Paham Soal Batalkan Ibadah Haji 2020
Menurutnya, terdapat banyak kekeliruan dari empat poin penting klarifikasi Menteri Agama yang perlu diluruskan soal keputusannya membatalkan haji.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merespons klarifikasi yang disampaikan Menteri Agama soal pembatalan haji tahun 2020, Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf, menganggap Menteri Agama gagal paham.
Menurutnya, terdapat banyak kekeliruan dari empat poin penting klarifikasi Menteri Agama yang perlu diluruskan soal keputusannya membatalkan haji.
Poin pertama, terkait keputusan pembatalan haji oleh Kemenag bukan atas perintah Presiden Joko Widodo tetapi setelah koordinasi dengan Kemenkum HAM.
Baca: Sudah Ada 58 Jemaah Haji Ajukan Pengembalian Setoran
Bukhori menganggap apa yang disampaikan oleh Menteri Agama bertentangan dengan berita yang beredar di media.
Selain itu, Menag juga dinilai menyalahi wewenang dan merendahkan jabatan Kepala Negara
Baca: Arab Saudi Pertimbangkan Gelar Ibadah Haji 2020 di Tengah Pandemi Covid-19, Batasi Kuota Jamaah
"Secara yuridis, pembatalan dan pemberangkatan haji seharusnya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara DPR RI dengan Pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama. Sebab, hal ini sudah diatur di Pasal 36 dan 47 UU No. 8/2019. Jadi, bukan dengan pihak luar (Kemenkum HAM)," ucap Bukhori melalui keterangannya, Kamis (11/6/2020).
Menurut Bukhori, langkah meminta pendapat hukum ke Kemenkum HAM juga tidak tepat dan benar dikarenakan tugas Kemenkum HAM adalah menerima harmonisasi dan sinkronisasi Peraturan di bawah UU, termasuk Keputusan Menteri.
Baca: Andai Arab Saudi Buka Layanan Haji, Pemerintah Tetap Batalkan Pemberangkatan Jemaah, Ini Alasannya
"Apakah Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 494 tahun 2020 sebelum diterbitkan sudah diharmonisasi oleh Kemenkum HAM?," ucapnya.
Poin kedua, terkait langkah Menteri Agama bersurat kepada Pemerintah Arab Saudi untuk meminta agar tidak menerbitkan visa undangan (mujamalah) atau visa mandiri (furada).
Bukhori menilai langkah tersebut tidak lazim dan seolah ikut campur terhadap urusan negara lain.
Baca: TUH KJRI Jeddah Tolak Permintaan Layanan Haji Mujamalah dari Indonesia
Ia berpendapat kebijakan penerbitan visa adalah kewenangan Pemerintah Arab Saudi sehingga Pemerintah Indonesia tidak bisa bertindak sesuai kehendaknya.
"Jika mengacu pada UU No. 8/2019 Pasal 82 ayat (2) huruf (e) disebutkan bahwa Jemaah haji yang menggunakan visa haji mujamalah undangan Pemerintah Arab Saudi cukup melaporkan penyelenggaraan ibadah haji khusus kepada Menteri. Tidak perlu kemudian Pemerintah Indonesia sampai bersurat ke Pemerintah Arab Saudi. Silakan dibaca kembali undang-undangnya," ucapnya.
Poin ketiga, terkait dengan dana haji yang diklaim aman dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Bukhori mencermati dengan terbitnya KMA No. 494 Tahun 2020 justru secara substansi melampaui kewenangan Kementerian Agama.
Baca: Menteri Agama Minta Maaf ke DPR karena Tidak Koordinasi Terkait Pembatalan Haji 2020
Didalam KMA diatur kewenangan BPKH dan merubah mekanisme pengadaaan barang dan jasa yang jelas sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait.
Poin keempat, terkait bantahan Menteri Agama terhadap pihak yang menilai keputusannya membatalkan haji dilakukan terburu-buru.
Baca: Menteri Agama Ungkap Alasan Tidak Koordinasi dengan DPR Soal Pembatalan Haji 2020
Bukhori justru memandang sanggahan Menteri Agama tersebut semakin memperkuat indikasi bahwa pemerintah gagal paham terkait prosedur pemberangkatan dan pembatalan jemaah haji yang sudah diatur oleh undang-undang.
"Keputusan pemberangkatan atau pembatalan keberangkatan jemaah haji itu harus sesuai UU. Dalam proses pemberangkatan jemaah haji itu harus ada kesepakatan antara Komisi VIII DPR RI dengan Pemerintah (red: Kemenag). Pertanyaannya adalah, apakah kesepakatan antara DPR RI dengan Kementerian Agama juga batal?," ujarnya.
Menag minta maaf ke DPR
Menteri Agama Fachrul Razi meminta maaf kepada Komisi VIII DPR RI karena telah memutuskan kebijakan pembatalan pemberangkatan jemaah haji pada tahun 2020 ini tanpa koordinasi.
"Saya mohon maaf terhadap Komisi VIII DPR RI. Saya katakan, kalau memang teman-teman Komisi VIII merasa tersinggung saya kira pantas saja, karena belum raker sudah saya umumkan," tutur Fachrul dalam diskusi webinar, Selasa (9/6/2020).
Baca: Ketua Komisi II DPR Targetkan Revisi UU Pemilu Rampung Pertengahan 2021
Fachrul Razi mengaku salah karena tidak menunggu rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI sebelum mengumumkan pembatalan pemberangkatan jemaah haji.
Namun dirinya mengaku mengambil keputusan itu karena waktu yang mendesak.
Dirinya juga mengaku berusaha menyelamatkan muka pemerintah, karena telah menetapkan tenggat pada 1 Juni.
"Jadi kembali mungkin kesalahan di Kemenag. Mungkin karena tidak menunggu raker tapi kembali saya harus ambil risiko karena saya harus selamatkan muka pemerintah," tutur Fachrul.
Dirinya berharap hubungannya dengan DPR kembali membaik setelah ini.
"Saya sudah minta maaf dengan DPR mudah-mudahan hubungan bisa baik kembali," pungkas Fachrul.
Seperti diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Agama akhirnya memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji dari Indonesia pada tahun ini.
Kementerian Agama membatalkan pemberangkatan haji pada tahun ini melalui Keputusan Menteri Agama No 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji Pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M.
Baca: DKI Jakarta Mulai Normal, Persija Official Store Akan Segera Dilaunching ke The Jakmania
Keputusan ini diambil setelah pemerintah Arab Saudi tidak juga membuka akses kepada negara manapun untuk menyelenggarakan ibadah haji.
Pemerintah Arab Saudi masih menutup akses untuk haji dan umroh akibat pandemi corona.
Baca: Jawaban Soal Tugas TVRI SD Kelas 4-6, Kamis 11 Juni 2020: Gerakan Sadar Energi Pulau Bintang
Baca: Foto Kereta Emas Belanda Bergambar Perbudakan di Indonesia Jadi Viral, Ini Penjelasannya
Baca: Mendapat Paket Pernikahan Gratis Senilai 4 Juta, Pemberi: Ini Balasan untuk Kebaikan Mbah Gambreng