Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Isi Lengkap Surat Terbuka Penolakan PBNU Terhadap Pembahasan RUU HIP di DPR

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) hari ini, Selasa 16 Juni 2020 mengeluarkan surat pernyataan sikap menolak pembahasan RUU HIP.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Isi Lengkap Surat Terbuka Penolakan PBNU Terhadap Pembahasan RUU HIP di DPR
Tribunnews.com/Chaerul Umam
ILUSTRASI - Sidang paripurna DPR RI di gedung Parlemen Jakarta, Senin (7/12/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Inisiatif DPR Ri menggulirkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menuai polemik dan sorotan di masyarakat.

Sejumlah ormas Islam dan organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak pembahasan RUU ini. Begitu juga beberapa fraksi di DPR RI, antara lain, Fraksi PKS.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, (PBNU), ormas terbesar umat Islam di Indonesia hari ini, Selasa 16 Juni 2020 mengeluarkan surat pernyataan sikap menolak pembahasan RUU HIP. 

Dalam pernyataan resminya yang disampaikan Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj, MA, Ketua Umum PBNU; dan DR. Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini, Sekretaris Jenderal; tertanggal hari ini, Selasa 16 Juni 2020, PBNU meminta pembahasan RUU HIP dihentikan.

"Sebaiknya proses legislasi RUU HIP dihentikan dan seluruh komponen bangsa memusatkan energinya untuk keluar dari pandemi dan berjuang memulihkan perekonomian nasional," tulis NU dalam keterangan resmi mereka, Selasa (16/6/2020).

Baca: Fraksi PKS: Konstruksi Draft RUU HIP Janggal dan Justru Mereduksi Isi dan Makna Pancasila

Berikut isi lengkap surat penolakan PBNU terhadap pembahasan RUU HIP di DPR RI:

Sikap PBNU Terhadap RUU HIP
PERKUAT PANCASILA SEBAGAI KONSENSUS KEBANGSAAN

Berita Rekomendasi

بسم الله الرحمن الرحيم

Setelah melakukan pengkajian mendalam terhadap Naskah Akademik, rumusan draft RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dan Catatan Rapat Badan Legislasi DPR RI Dalam Pengambilan Keputusan atas Penyusunan RUU HIP tanggal 22 April 2020, serta mencermati dengan seksama dinamika yang berkembang di masyarakat, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) perlu menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa segala ikhtiar untuk mengawal, melestarikan, dan mempertahankan Pancasila sebagai falsafah bangsa, dasar negara, dan konsensus nasional patut didukung dan diapresiasi di tengah ancaman ideologi transnasionalisme yang merapuhkan sendi-sendi keutuhan bangsa dan persatuan nasional.

2. Bahwa Pancasila sebagai titik temu (kalimatun sawa’) yang disepakati sebagai dasar negara adalah hasil dari satu kesatuan proses yang dimulai sejak Pidato Soekarno pada 1 Juni 1945, rumusan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang dihasilkan oleh Tim Sembilan, dan rumusan final yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.

Secara historis, Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara yang disahkan pada 18 Agustus 1945 adalah hasil dari moderasi aspirasi Islam dan Kebangsaan.

Dengan rumusan final Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, Indonesia tidak menjelma sebagai negara Islam, juga bukan negara sekuler, tetapi negara nasionalis-religius.

3. Bahwa rumusan final Pancasila merupakan legacy terbesar yang diwariskan para pendiri bangsa yang terdiri dari banyak golongan.

Karena itu, menonjolkan kesejarahan Pancasila 1 Juni dengan mengabaikan kesejarahan 22 Juni dan 18 Agustus berpotensi merusak persatuan, membenturkan agama dengan negara, dan menguak kembali konflik ideologis yang akan menguras energi bangsa.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas