Isi Lengkap Surat Terbuka Penolakan PBNU Terhadap Pembahasan RUU HIP di DPR
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) hari ini, Selasa 16 Juni 2020 mengeluarkan surat pernyataan sikap menolak pembahasan RUU HIP.
Editor: Choirul Arifin
Pancasila yang terlalu ambisius akan kehilangan roh sebagai ideologi pemersatu, yang pada gilirannya dapat menimbulkan benturan-benturan norma dalam masyarakat.
9. Bahwa setelah mencermati dengan seksama Naskah Akademik dan draft RUU HIP, PBNU menyampaikan penilaian sebagai berikut:
1. Pasal 3 ayat (2), Pasal 6, dan Pasal 7 bertentangan dengan Pancasila sebagai konsensus kebangsaan.
2. Pasal 13, 14, 15, 16, dan 17 mempersempit ruang tafsir yang menjurus pada mono-tafsir Pancasila.
3. Pasal 22 dan turunannya tidak relevan diatur di dalam RUU HIP.
4. Pasal 23 dapat menimbulkan benturan norma agama dan negara.
5. Pasal 34, 35, 37, 38, 41, dan 43 merupakan bentuk tafsir ekspansif Pancasila yang tidak perlu.
6. Pasal 48 ayat (6) dan Pasal 49 dapat menimbulkan konflik kepentingan.
10. Nahdlatul Ulama memandang bahwa Pancasila merupakan konsensus kebangsaan yang bersifat final. Oleh karena itu Musyawarah Nasional Alim Ulama di Situbondo tahun 1983, dan dikukuhkan dalam Muktamar ke-27 NU di Situbondo tahun 1984, menetapkan hubungan Pancasila dengan Islam sebagai berikut:
(i) Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama;
(ii) Sila ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam islam;
(iii) Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah aqidah dan syari’ah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia;
(iv) Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya; dan
(v) Sebagai konsekuensi dari sikap di atas, Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran dan penilaian atas Naskah Akademik, rumusan draft RUU HIP dan Catatan Rapat Badan Legislasi DPR RI Dalam Pengambilan Keputusan atas Penyusunan RUU HIP tanggal 22 April 2020, serta dengan mencermati dinamika yang terjadi dalam masyarakat, PBNU menyampaikan sikap dan pandangan sebagai berikut:
1. Pancasila sebagai kesepakatan final tidak membutuhkan penafsiran lebih luas atau lebih sempit dari penjabaran yang sudah dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 beserta situasi batin yang menyertai rumusan finalnya pada 18 Agustus 1945.
2. RUU HIP dapat menguak kembali konflik ideologi yang bisa mengarah kepada krisis politik. Anyaman kebangsaan yang sudah dengan susah payah dirajut oleh founding fathers bisa koyak kembali dengan rumusan-rumusan pasal RUU HIP yang polemis.