Politikus PKS Nilai RUU HIP Mengkhianati Kesepakatan Pendiri Bangsa
"Jadi RUU ini mengkhianati kesepakatan para pendiri bangsa dengan memeras Pancasila menjadi trisila dan ekasila," katanya
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani menilai Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP mengkhianati kesepakatan para pendiri bangsa.
Netty menegaskan, Pancasila yang sebenarnya adalah yang tercantum dalam Pembukaan UUD Tahun 1945 sebagai hasil konsensus sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Baca: Semua Fraksi Komisi II Sepakat Perppu Pilkada Disahkan jadi UU
Bukannya Pancasila 1 Juni 1945 seperti yang dirujuk dalam Pasal 7 pada RUU HIP.
"Jadi RUU ini mengkhianati kesepakatan para pendiri bangsa dengan memeras Pancasila menjadi trisila dan ekasila. Artinya kita kembali mengulang perdebatan yang seharusnya sudah final yakni Pancasila dengan lima sila. Kita mundur lagi ke belakang dan mendistorsi Pancasila itu sendiri," ujar Netty, dalam keterangannya, Rabu (17/6/2020).
Diketahui, salah satu pasal yang banyak dikritik adalah Pasal 7 yang memiliki tiga ayat, yaitu:
(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/ demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
(2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.
Netty menyoroti pula tak dimasukkannya TAP MPRS XXV/1966 tentang larangan penyebaran paham komunisme di Indonesia dalam RUU HIP, selain pasal 7 yang dianggap bermasalah.
"Jadi wajar jika banyak pihak yang menduga adanya penyusupan kepentingan politik tertentu untuk melegalkan paham Komunisme/Marxisme-Leninisme di Indonesia yang sudah dilarang melalui TAP MPRS XXV/1966," ungkapnya.
Fraksi PKS, kata dia, sudah dua kali memberi catatan ini baik pada draft tanggal 9 April dan draft 22 April kepada pimpinan Badan Legislasi untuk memasukkan ketentuan terkait TAP MPRS yang dimaksud.
"Akan tetapi sampai saat ini ketentuan tersebut tidak dimasukkan," imbuhnya.
Anggota Komisi IX DPR RI tersebut menekankan bahwa Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara digali oleh para pendiri negara dari nilai-nilai luhur yang hidup dan berkembang subur di masyarakat Indonesia sejak dulu kala. L