Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terdakwa Nilai Dakwaan Jaksa Kejagung Tidak Cermat di Kasus Korupsi Jiwasraya

tuduhan memperkaya atau menguntungkan diri sendiri tidak berdasar, karena di surat dakwaan, tidak disebutkan satupun harta benda terdakwa disita

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Terdakwa Nilai Dakwaan Jaksa Kejagung Tidak Cermat di Kasus Korupsi Jiwasraya
Tribunnews/Jeprima
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang juga Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartomo Tirto (kiri) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (3/6/2020). Sidang perdana kasus korupsi Jiwasraya tersebut beragendakan pembacaan dakwaan untuk enam orang terdakwa yaitu Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, Hary Prasetyo, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018, Hendrisman Rahim, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartomo Tirto. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasehat Hukum Joko Hartomo Tirto, Kresna Hutauruk menilai Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak cermat menguraikan perbuatan terdakwa memperkaya atau menguntungkan diri sendiri serta kerugian negara di perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya.

Menurut dia, tuduhan memperkaya atau menguntungkan diri sendiri tidak berdasar, karena di surat dakwaan, tidak disebutkan satupun harta benda terdakwa disita sebagaimana berkas perkara a quo yang merupakan hasil yang diterima Terdakwa dari keuntungan kasus jiwasraya.

“Tidak ada uraian perbuatan Terdakwa memperkaya diri sendiri atau memperoleh keuntungan maka kepada Terdakwa tidak dapat diterapkan ketentuan Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Kresna, pada saat persidangan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (17/6/2020).

Dia menjelaskan, uraian dakwaan mengenai kerugian negara dan upaya memperkaya atau menguntungkan diri sendiri tidak cermat, karena tidak memperhitungkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) masih memiliki berbagai saham dan reksadana yang disebutkan di surat dakwaan.

Baca: Jaksa akan Ungkap Modus Dugaan Korupsi yang Libatkan Eks Dirut Jiwasraya

Saham dan Reksadana yang dimaksud dakwaan, yang setiap saat bisa naik dan bisa turun, belum terjual dan masih dimiliki oleh PT. Asuransi Jiwasraya, tetapi sudah dinyatakan mengalami kerugian riil, faktanya penurunan nilai saham tersebut masih merupakan potensi kerugian.

"Surat dakwaan tidak jelas menguraikan terdakwa mengendalikan counterparty dalam transaksi reksa dana di 13 manajer investasi. Siapa saja Counterparty, bagaimana, kapan, dengan cara apa, dan atas kesepakatan apa Terdakwa mengendalikan Para Counterparty juga tidak jelas diuraikan. Semuanya hanya berdasarkan asumsi Jaksa," kata dia.

Ketidakcermatan surat dakwaan terlihat saat perhitungan kerugian negara dilakukan berdasarkan nilai saham dan reksadana per tanggal 31 Desember 2019. Padahal tempus perbuatan yang dituduhkan adalah tahun 2008-2018.

Berita Rekomendasi

Perbedaan nilai saham setiap hari, bulan, tahun itu sangat signifikan, karena itu untuk perhitungan cut off tahun 2019 , selain tidak berdasar karena tempus sampai 2018, juga menunjukkan JPU tidak mengerti model perhitungan saham, hal ini disebabkan JPU memaksa permasalahan pasar modal menjadi tindak pidana korupsi.

Dia menilai Kejaksaan Agung tidak berwewenang melakukan penyidikan dan penuntutan di pengadilan tindak pidana korupsi karena perkara a quo bukan merupakan tindak pidana korupsi.

“Bila dikaitkan prinsip fruit of poisonous tree tindakan Kejaksaan tidak sah karena sejak semula diawali oleh perbuatan yang melawan hukum,” ujarnya.

Terakhir, dia menambahkan, surat dakwaan tidak jelas menguraikan afiliasi antara terdakwa dengan Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro sehubungan dengan investasi PT Asuransi Jiwasraya.

Terdakwa seorang konsultan, yang tidak terafiliasi dengan Heru Hidayat dan Benny Tjkoro dan hanya bekerja berdasarkan keahlian untuk membantu memberi masukan terkait permasalahan kerugian Jiwasraya pada tahun 2008.

“Surat dakwaan tidak jelas menguraikan peran terdakwa dalam mengatur dan mengendalikan 13 (tiga belas) manajer investasi (MI)," tambahnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung, Ardito Muwardi, mengumumkan kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencapai Rp 16,8 Triliun.

Hal ini diungkap Ardito pada saat membacakan surat dakwaan di ruang sidang Prof DR HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Rabu (3/6/2020) siang.

Upaya merugikan keuangan negara itu dilakukan Direktur PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat; dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Perbuatan itu dilakukan bersama mantan petinggi PT Jiwasraya, yaitu mantan Direktur Utama, Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo dan eks Kepala Divisi Investasi, Syahmirwan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas