Alasan Kapolda Maluku Utara Tegur Polres Kepulauan Sula yang Panggil Pengunggah Celotehan Gus Dur
Kapolda Maluku Utara, Irjen (Pol) Rikwanto telah menegur jajaran Polres Kepulauan Sula terkait pemanggilan warganey yang unggah celotehan Gus Dur.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolda Maluku Utara, Irjen (Pol) Rikwanto telah menegur jajaran Polres Kepulauan Sula terkait pemanggilan dua orang warganet yang unggah celotehan Presiden ke-4 Abdurahman Wahid alias Gus Dur terkait polisi jujur.
Menurut Rikwanto, unggahan kedua warganet itu seharusnya tidak dipermasalahkan oleh Polres Kepulauan Sula.
Ia pun meminta anggotanya untuk lebih cermat dan teliti untuk menanggapi informasi di media sosial.
"Itu mas Ismail itu tidak masalah dan bukan kasus yang perlu diantensi oleh polri. Jadi saya tegur sudah melalui Dirkrimsus lebih teliti dan cermat untuk informasi yang beredar di masyarakat terutama di media sosial," kata Rikwanto kepada Tribunnews, Jumat (19/6/2020).
Rikwanto menuturkan celotehan Gus Dur justru harus jadi pemicu agar institusi polri lebih baik lagi ke depannya di mata publik. Lagi pula, menurut dia, celotehan Gus Dur itu telah menjadi kutipan yang dikenal sejak masa reformasi.
Atas dasar itu, dia menegaskan tidak akan ada pengusutan kasus lanjutan terkait kedua warganet tersebut. Ia menyebutkan ada penafsiran yang keliru dari jajaran Polres Kepulauan Sula.
Baca: Polemik Pengunggah Guyonan Gus Dur Dipanggil Polisi, Kabar Terkini hingga Alissa Wahid Buka Suara
Baca: Jefri Nichol Penasaran Mengapa Ganja Dikategorikan Narkotika Golongan 1? Ini Jawaban BNN
"Tidak ada BAP, tidak ada kasus. Jadi diliat di medsos dan penafsiran anggota reserse ini seolah ada sesuatu antara dia dengan institusi kemudian dipamggil dan diklarifikasi," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kapolres Kepulauan Sula, AKBP Muhammad Irfan angkat bicara soal penangkapan Ismail Ahmad dan Riman Losen, orang yang mengunggah celotehan Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur soal polisi jujur di Indonesia.
Menurut Irfan, kedua pelaku disebutkannya tak ditangkap oleh pihak kepolisian. Irfan menyebut keduanya diklaim mendatangi sendiri ke Polres Kepulauan Sula.
"Yang bersangkutan tidak kami tangkap tapi yang bersangkutan datang sendiri ke polres," kata Irfan kepada Tribunnews, Kamis (18/6/2020).
Irfan melanjutkan tidak ada proses hukum yang dilakukan kepada Ismail Ahmad dan Riman Losen. Ia pun memastikan permasalahan itu juga telah selesai usai keduanya datang ke Polres.
"Tidak ada proses hukum karena hanya sekedar klarifikasi saja dan itu sudah selesai karena yang bersangkutan hanya sekedar mengutip pernyataan tokoh almarhum Gusdur," pungkasnya.
Sebagai informasi, Ismail Ahmad dan Riman Iosen, warga Kepulauan Sula, Maluku Utara ditangkap Polres Kepulauan Sula.
Keduanya diamankan karena mengunggah celotehan Presiden Republik Indonesia keempat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur soal polisi jujur di Indonesia.
Kabar penangkapan kedua pemuda itu disampaikan oleh politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik.
Dalam sebuah artikel yang dibagikannya, keduanya ditangkap karena diduga melakukan pencemaran nama baik Polri.
Keduanya pun diminta meminta maaf depan Wakapolres Kepulauan Sula, Kompol Arifin La Ode burry, KBO Reskrim Abd Rahim Umaternate, Paur Humas Brika Suwandi Sangadji dan sejumlah awak media di Mapolres Kepulauan Sula.
Keduanya berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Awal Mula Celotehan Gus Dur Soal Polisi Jujur
Dikutip dari nu.or.id, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merupakan Presiden RI pertama yang menjadikan institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai lembaga independen yang diletakkan di bawah Presiden langsung.
Di era sebelumnya, yaitu Orde Baru (Orba), kewenangan Polri di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal ini menjadikan Polri sebagai aparat keamanan dalam negeri diatur dengan cara tentara sehingga kerap menimbulkan kontradiksi.
Perbincangan terkait institusi Polri berawal dari lontaran Muhammad AS Hikam yang pada 2008 silam sowan ke kediaman Gus Dur. Kala itu ada Pak Rozi Munir juga yang sedang jagongan santai di rumah Gus Dur.
Obrolan diawali kegelisahan tokoh-tokoh bangsa tersebut melihat fenomena maraknya praktik korupsi di lintas institusi negara, perbankan, termasuk Polri.
Padahal, institusi-institusi negara bertugas tidak lain melayani seluruh elemen warga negara. Praktik korupsi ini tentu tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menyengsarakan warga negara.
AS Hikam memberikan gambaran bahwa mega-korupsi BLBI dan Bank Century yang melibatkan pihak-pihak tertentu merupakan kasus yang penangannya tidak jelas hingga kini.
Padahal uang rakyat telah raib ratusan triliun (Rp600 triliun untuk kasus BLBI dan RP6,7 triliun untuk kasus Bank Century).
Di hadapan Gus Dur, AS Hikam berucap: “Kasus yang melibatkan Polri ini apakah saking sudah kacaunya lembaga itu atau gimana ya Gus. Kan dulu panjenengan yang mula-mula menjadikan Polri independen dan diletakkan langsung di bawah Presiden?”
“Gini loh, Kang,” Gus Dur mengawali perkataannya.
“Polri kan sebelumnya di bawah TNI dan itu tidak bener. Mosok aparat keamanan dalam negeri dan sipil kok diatur oleh dan dengan cara tentara. Tapi kan memang begitu maunya Pak Harto dan TNI supaya bisa menggunakan Polri untuk mengawasi rakyat," tuturnya.
Ia pun melanjutkan, "Setelah reformasi ya harus diubah, maka Polri dibuat independen dan untuk sementara supaya proses pemberdayaan terjadi dengan cepat di bawah Presiden langsung. Nantinya ya di bawah salah satu kementerian saja, apakah Kehakiman seperti di AS atau Kementerian Dalam Negeri seperti di Rusia, dan lain-lain."
"Nah, Polri memang sudah lama menjadi praktik kurang bener itu, sampai guyonan-nya kan hanya ada tiga polisi yang jujur: Pak Hoegeng (Kapolri 1968-1971), patung polisi, dan polisi tidur... hehehe...,” imbuh Gus Dur lagi.
Pak Rozi dan AS Hikam tertawa ngakak mendengarnya.