Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

'Sentilan' 4 Putri Gus Dur kepada Polisi soal Pengunggah Guyonan Sang Ayah yang Diperiksa

Putri putri Gus Dur angkat bicara soal guyonan sang ayah membuat seorang warga diperiksa polisi

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in 'Sentilan' 4 Putri Gus Dur kepada Polisi soal Pengunggah Guyonan Sang Ayah yang Diperiksa
Youtube
Putri Gus Dur 

Setelah itu Ismail diizinkan pulang.

“Iya, yang bersangkutan kita panggil berkaitan niatnya terhadap postingan tersebut, dan yang bersangkutan mengatakan minta maaf dan tidak bermaksud untuk menyinggung institusi Polri,” kata Irfan kepada Tribunnews, Kamis (18/6/2020).

Irfan memastikan tidak ada proses hukum yang dilakukan kepada Ismail.

Ia juga memastikan permasalahan itu telah selesai usai Ismail datang ke Polres.

"Tidak ada proses hukum karena hanya sekedar klarifikasi saja dan itu sudah selesai karena yang bersangkutan hanya sekedar mengutip pernyataan tokoh almarhum Gusdur," ujarnya.

Meski akhirnya Ismail dilepaskan, tindakan polisi itu tetap menuai kritik.

Alissa Wahid yang merupakan Koordinator Jaringan Gusdurian mengatakan, hal ini tidak baik untuk demokrasi Indonesia.

Berita Rekomendasi

"(Masyarakat) masih bisa berpendapat dengan bebas. Tapi kalau diterus-teruskan begini, ya bisa mundur kebebasan berpendapat kita," kata Alissa.

"Ini yang saya khawatirkan. Warga merasa tidak merdeka dan melakukan swa-sensor. Padahal ini tidak baik untuk kualitas demokrasi kita," lanjutnya.

Menurut Alissa, esensi demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Karena itu pula suara rakyat menjadi penting. Jika rakyat tidak bersuara, maka mekanisme balancing bagi kekuasaan elite politik bisa terabaikan.

"Pemerintah dan aparat penegak hukum seharusnya menjadi pihak-pihak yang menjalankan mandat kemerdekaan berpendapat di Indonesia. Jadi, kalau lembaga seperti kepolisian mudah- mudah memproses hukum setiap pendapat rakyat, ini sangat disayangkan," tuturnya.

Sementara itu legislator PPP Arsul Sani meminta Kapolri Jenderal Pol Idham Azis memberi arahan kepada anak buahnya agar tidak menggunakan wewenang yang melekat pada polisi untuk melakukan upaya paksa.

"Terkait kasus Polres Sula yang main bawa warga untuk klarifikasi karena posting lelucon Gus Dur, Komisi III minta
Kapolri agar memberi arahan kepada jajarannya," ujar Arsul ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (18/6).

"Arahan agar jangan menyalahgunakan atau mudah menggunakan kewenangan yang melekat pada polisi untuk melakukan upaya paksa," imbuhnya.

Anggota Komisi III DPR RI tersebut menyayangkan tindakan Polres Sula yang membawa Ismail ke kantor polisi untuk diklarifikasi tanpa prosedur pemanggilan terlebih dahulu.

Meski tidak diakui sebagai penangkapan, Arsul yang juga Wakil Ketua MPR RI itu menilai apa yang dilakukan Polres Sula adalah tindakan pelanggaran HAM.

"Itu hakekatnya adalah tindakan pelanggaran HAM, karena memaksa orang untuk ikut ke kantor polisi tanpa prosedur pemanggilan," kata dia.

Terkait tindakan polisi tersebut, ahli psikologi forensik Reza Indragiri juga angkat bicara.

Ia membandingkan sikap antara polisi di Inggris dengan polisi di Indonesia.

Menurut Reza, ada perbedaan psikologi di antara keduanya.

Ia menjelaskan di Inggris pernah ada survei yang menanyakan, kunci yang harus anda miliki agar sukses dalam tugas?'

Sesuai temuan survei tersebut, jawaban terbanyak adalah sense of humor (cita rasa humor).

Pertanyaan yang sama ia ajukan saat mengajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Saat itu sebagian besar menjawab pemahaman UU.

"Cerminan suasana kejiwaan polisi di sana dan polisi di sini. Di sini, menjadi polisi adalah sama dengan menjadi penegak hukum. Di sana, menjadi polisi berarti menjadi sahabat masyarakat," jelas dia.

Dalam kasus yang menimpa Ismail, Reza melihat adanya selera humor yang rendah dalam kepolisian Indonesia. Hal itu yang kemudian menyebabkan aparat mudah tersinggung.

"Polisi dan semua orang perlu insaf. Bahwa pada orang-orang dengan cita rasa humor yang rendah, semakin gampang tersinggung, semakin rendah pula imunitas tubuhnya. Riset lain, selera humor juga berpengaruh terhadap kemampuan diri dalam menikmati hidup," tutur Reza.

Gus Dur sendiri semasa hidupnya terkenal dengan humor kritis.

Candaan soal polisi itu disampaikan Gus Dur pada tahun 2008.

Saat itu Menristek Kabinet Persatuan Nasional (1999-2001), Muhammad AS Hikam menyambangi kediamannya. Mereka kemudian membicarakan sejumlah persoalan bangsa, khususnya praktik korupsi yang terjadi di dalam institusi negara.
AS Hikam mencontohkan kasus korupsi BLBI yang tak kunjung menemukan titik terang.

“Kasus yang melibatkan Polri ini apakah saking sudah kacaunya lembaga itu atau gimana ya, Gus? Kan dulu panjenengan yang mula-mula menjadikan Polri independen dan diletakkan langsung di bawah Presiden?” tanya AS Hikam kepada Gus Dur saat itu.

Pembicaraan tersebut juga dimuat oleh AS Hikam dalam bukunya, “Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita” yang diterbitkan tahun 2013.

Gus Dur lalu menjelaskan mengapa ia memisahkan Polri dari TNI.

Menurutnya aparat keamanan dalam negeri dan sipil tidak bisa diatur dengan cara tentara.

Baca: Respons Istana Hingga Yenny Wahid soal Postingan Guyonan Gus Dur yang Berujung Pemeriksaan Polisi

"Setelah reformasi ya harus diubah, maka Polri dibuat independen dan untuk sementara supaya proses pemberdayaan terjadi dengan cepat di bawah Presiden langsung. Nantinya ya di bawah salah satu kementerian saja, apakah Kehakiman seperti di AS atau Kementerian Dalam Negeri seperti di Rusia, dan lain-lain," jelas Gus Dur.

"Nah, Polri memang sudah lama menjadi praktik kurang bener itu, sampai guyonannya kan hanya ada tiga polisi
yang jujur; Pak Hoegeng (Kapolri pertama Indonesia 1968-1971), patung polisi, dan polisi tidur," jelas Gus Dur panjang lebar sambil tertawa. (tribunnetwork/dit/mam/igm/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas