Pemerintah Siapkan Strategi Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan Pada Fase Kritis Kedua
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan pemerintah telah berhasil menangani fase kritis pertama kebakaran hutan dan lahan
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan pemerintah telah berhasil menangani fase kritis pertama kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Penanganan tersebut penting karena berbarengan dengan adanya Pandemi Covid-19.
Adapun fase kritis tersebut terjadi pada Maret-April 2020.
"Karena fase kemarin itu, kenapa dia ada krisis karena ada Covid, sudah begitu lebaran, makanya itu coba kita atasi begitu rupa pemerintah berupaya, bapak presiden perintahkan jangan ada masalah dari lebaran dan seterusnya," kata Siti Nurbaya usai rapat terbatas antisipasi kebakaran hutan dan lahan di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/6/2020).
Baca: Doni Monardo: Karhutla Bisa Tingkatkan Risiko Terpapar Covid-19
Pemerintah menurut Siti Nurbaya menanggulangi Karhutla pada fase pertama dengan modifikasi cuaca.
Di Sumatera modifikasi dilakukan pada 13 hingga 31 Mei 2020 sehingga pada saat lebaran tidak muncul asap.
"Ada korelasi antara modifikasi hari hujan jadi awannya direkayasa diinduksi sehingga punya banyak uap air sehingga jatuh jadi hujan."
"Itu bisa berpengaruh itu akhirnya dia membasahi gambut. Selain Membasahi gambut juga, kemudian memberikan air juga untuk embung-embung yang dibangun dan nanti setelah dan dengan yang sudah kita lalui di Riau ternyata dia basah gambutnya sehingga kita nggak dapat yang asap-asap itu," katanya.
Baca: Menteri LHK: Ledakan Karhutla Terjadi Agustus-September
Strategi yang sama menurut Siti Nurbaya akan dilakukan di Kalimantan dan Sumatera pada fase kritis kedua.
Karena menurut perkiraan BMKG titik panas pada bulan Juli akan semakin tinggi.
"Kalimantan kalau menurut BMKG itu akan kencang panas hotspotnya nanti hari keringnya masuk musim kemarau kira-kira di bulan Juli, Juli masuk ke Agustus nanti beratnya di Agustus akhir masuk ke September," katanya.
Penanganan Karhutla tersebut, menurut Siti dilakukan bekerjasama dengan sejumlah instansi, mulai dari BNPB, BPPT, BMKG, TNI, Polri, dan pemerintah daerah.
"Ditambah penegakkan hukum dan monitoring oleh Polri, seperti yang dilakukan Polda Riau. Jadi banyak yang secara sistematis sudah dipersiapkan oleh pemerintahan ini," ujarnya.
Doni Monardo: Karhutla Bisa Tingkatkan Risiko Terpapar Covid-19
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berpotensi meningkatkan risiko seseorang terpapar Covid-19.
Doni menjelaskan, asap yang ditimbulkan dari karhutla akan mengakibatkan penyakit asma dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Satu di antara orang yang memiliki risiko tertinggi terpapar Covid-19 adalah mereka yang memiliki penyakit asma dan ISPA.
Baca: Rapat dengan Komisi VIII DPR, BNPB Ajukan Penambahan Anggaran 2021 Rp 51,2 M
Hal itu dikatakannya dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR, Selasa (23/6/2020).
"Aabila terjadi kebakaran hutan dan lahan maka dapat dipastikan masyarakat kita yang punya masalah dengan ISPA, punya masalah dengan asma itu akan menjadi lebih berisiko. Salah satu korban yang memiliki risiko tertinggi adalah mereka yang memiliki penyakit asma, ISPA," kata Doni.
Doni mengingatkan masyarakat di daerah yang sering terjadi karhutla agar senantiasa waspada karena musim kemarau bisa mempercepat terjadinya karhutla.
Baca: Gugus Tugas Selidiki Oknum Instansi yang Menyalahgunakan Logo BNPB
Terutama di daerah yang memiliki lahan gambut dan merupakan fosil batu bara muda.
"Sehingga tadi pagi Bapak Presiden menugaskan menko polhukam sebagai koordinator dengan Kementerian LHK dan kementerian lainnya termasuk TNI dan Polri untuk mengoptimalkan upaya pencegahan (karhutla)," ucap Doni.
Doni mengungkapkan, jumlah lahan yang terjadi kebakaran bisa ditekan pada 2019 lalu.
Baca: BNPB Masih Monitor Dampak Gempa M 4,8 di Aceh Pagi Tadi
BNPB mencatat pada 2019 lalu terdapat 1,6 juta hektare lahan yang mengalami kebakaran.
Hal itu menunjukkan penurunan dibanding kebakaran pada 2015 yang mencapai 2,6 juta hektare.
"Dari 1,6 juta hektare hampir 50 persen adalah lahan gambut, gambut yang kering kemudian terbakar, sebagian besar dibakar. Inilah yang membuat kita kewalahan ketika gambut terbakar dalam kondisi kering dan ternyata gambut ini adalah fosil batu bara muda. Artinya apa? Artinya fosil batu bara ini terbakar maka proses pemadaman membutuhkan waktu yang sangat lama," kata Doni.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.