Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sosok Jenderal Hoegeng, Polisi Jujur yang 'Dipensiunkan' Soeharto, Kini Diusulkan jadi Pahlawan

Inilah sosok Jenderal Hoegeng, polisi jujur antikorupsi yang dipensiunkan dini oleh Soeharto. Kini, ia diusulkan menjadi pahlawan nasional.

Penulis: Sri Juliati
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Sosok Jenderal Hoegeng, Polisi Jujur yang 'Dipensiunkan' Soeharto, Kini Diusulkan jadi Pahlawan
youtube tribunnewswiki
Sosok Jenderal Hoegeng, Polisi Jujur yang Dipensiunkan Soeharto, Kini Diusulkan jadi Pahlawan 

TRIBUNNEWS.COM - Nama Jenderal Hoegeng tentu tak asing bagi sebagian masyarakat Tanah Air.

Semasa hidupnya, Hoegeng dikenal sebagai polisi jujur sekaligus legenda serta panutan polisi yang ideal.

Kisah kejujuran Hoegeng banyak beredar dan tak lekang oleh waktu.

Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah membuat humor tentang Jenderal Hoegeng.

Gus Dur bilang, "Ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng."

Baca: Kisah Jenderal Hoegeng, Polisi Lurus yang Dicopot dari Kursi Kapolri Usai Ungkap Penyelundupan Mobil

Baca: 9 Fakta Jenderal Hoegeng, Diberhentikan Sebagai Kapolri Usai Ungkap Penyelundupan Mobil Mewah

Hoegeng adalah Kapolri ke-5 yang bertugas dari 1968-1971.

Selama aktif di kepolisian, Hoegeng anti menerima pemberian orang.

BERITA REKOMENDASI

Ia juga mengembalikan seluruh barang yang digunakan saat menjabat Kapolri.

Sayangnya, sang polisi jujur malah dipensiunkan dini oleh Soeharto karena bersikeras mengusut dugaan keterlibatan anak pejabat dalam pemerkosaan kasus Sam Kuning.

Kini, Hoegeng diusulkan sebagai pahlawan nasional oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Berikut profil dan sosok Jenderal Hoegeng serta beberapa kisah kejujurannya sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:

1. Profil Hoegeng

Kapolri Jenderal Pol Drs. Hoegeng Imam Santoso (kanan) bersama Rektor ITB Prof Dr. Dody Tisna Amidjaja hadir dalam sidang pertama dan kedua dan II kasus penembakan 6 Oktober 1970 di pengadilan Bandung, 1 Desember 1970. Dalam percakapan-percakapan selesai sidang, ia menginginkan agar orang yang bersalah dalam peristiwa 6 Oktober dihukum.
Kapolri Jenderal Pol Drs. Hoegeng Imam Santoso (kanan) bersama Rektor ITB Prof Dr. Dody Tisna Amidjaja hadir dalam sidang pertama dan kedua dan II kasus penembakan 6 Oktober 1970 di pengadilan Bandung, 1 Desember 1970. Dalam percakapan-percakapan selesai sidang, ia menginginkan agar orang yang bersalah dalam peristiwa 6 Oktober dihukum. (KOMPAS/Hendranto)

Hoegeng lahir di Pekalongan, 14 Oktober 1921 dengan nama lengkap Hoegeng Imam Santoso.

Awal kariernya sebagai polisi diawali saat masuk Akademi Kepolisian di Yogyakarta.

Agresi Belanda menyebabkan akademi itu tidak jelas nasibnya.

Hoegeng mendapat tugas dari Kapolri saat itu, Soekanto untuk menyusun jaringan sel subversi, menghimpun informasi, hingga membujuk pasukan NICA untuk membela Indonesia.

Meski tidak digaji, Hoegeng menjalani tugasnya dengan rasa nasionalisme yang tinggi.

Dikutip dari Kompas.com, Hoegeng memutuskan melamar menjadi pelayan restoran yang biasa didatangi orang Indonesia dan orang Belanda bernama "Pinokio."

Di sana, Hoegeng diterima menjadi pelayan dan tak digaji.

Sebagai ganti, pemilik resto memberikan makanan gratis tiap hari untuk pegawainya.

Hoegeng menikah dengan Merry Roeslani pada 31 Oktober 1946.

Saat 'bertugas' di restoran tempatnya menyamar, rupanya Merry juga berjualan sate untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tidak ada seorang pun yang tahu Hoegeng dan Merry adalah pasangan suami istri saat itu.

Hoegeng meninggal dunia pada 14 Juli 2004 karena menderita stroke.

Mereka dikaruniai tiga anak yaitu Reni Soerjanti, Aditya Soetanto, dan Sri Pamujining Rahayu.

Hoegeng juga meninggalkan empat cucu dan empat cicit.

2. Minta istri tutup toko bunga


Hoegeng Iman Santoso bersama istri tercinta, Merry Roeslani.
Hoegeng Iman Santoso bersama istri tercinta, Merry Roeslani. (Repro)

Sebelum menjadi Kapolri, Hoegeng pernah menjadi Kepala Jawatan Imigrasi pada 1960.

Saat menjabat, Hoegeng meminta sang istri,menutup toko bunganya.

"Saat membuka toko bunga di garasi kami untuk menambah pemasukan, waktu dia menjabat kepala imigrasi minta menutup toko itu."

"Sudah 60 tahun saya bersama Mas Hoegeng, saya tahu sifatnya, mau ke mana arahnya," ujar Meri, dikutip dari Kompas.com.

Rupanya Hoegeng khawatir orang-orang yang membeli bunga nantinya merupakan relasinya di Imigrasi dan ia tak mau itu terjadi.

Akhirnya Meri menutup toko bunganya.

Pun saat Hoegeng menjadi Kapolri, Meri tidak secara langsung menjabat sebagai Ketua Umum Bhayangkari.

Hoegeng meminta pemegang jabatan itu dipilih dengan pemilihan.

3. 'Dipensiunkan' Soeharto

Pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat sebagai Kapolri ke-5.

Dikutip dari wikipedia.org, saat menjadi Kapolri, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut struktur organisasi di tingkat Mabes Polri.

Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif.

Namun, saat usianya baru menginjak 49 tahun, Hoegeng "dipensiunkan" Presiden Soeharto.

Sebab, ia bersikeras mengusut dugaan keterlibatan anak pejabat dalam pemerkosaan kasus Sam Kuning.

Padahal Hoegeng dikenal pekerja keras dan bekerja dengan kejujuran.

"Beliau pensiun usia 49 tahun, ketika sedang energiknya," kata anak Hoegeng, Aditya Soetanto Hoegeng atau Didit dikutip dari Kompas.com.

Sebelum itu, Soeharto mengusulkan Hoegeng menjadi Duta Besar Swedia dan sempat ditawari menjadi Dubes di Kerajaan Belgia.

Namun, Hoegeng menolak karena memilih tetap mengabdi pada Tanah Air.

Saat itu Presiden Soeharto dinilai ingin "membuang" Hoegeng ke luar Indonesia.

Hoegeng akhirnya diberhentikan sebagai Kapolri oleh Presiden Soeharto pada 2 Oktober 1971.

4. Dapat Uang Pensiunan Rp 10 Ribu

Masih dari Kompas.com, setelah berhenti sebagai Kapolri, Hoegeng menemui sang ibu di rumah karena tak lagi punya pekerjaan.

"Dia datang ke rumah menjumpai ibunya. Saya menghormati sekali. Saya tidak bisa lupakan itu."

"Dia sungkem katanya, 'saya tidak punya pekerjaan lagi, Bu'. Ibunya mengatakan, 'kalau kamu jujur melangkah, kami masih bisa makan nasi sama garam.' Itu yang bikin kita kuat semua," kenang Meri.

Peristiwa ini sangat melekat di memori Meri.

Hoegeng ternyata mewarisi sifat orangtuanya dalam hal kejujuran

Sementara itu, Didit berkisah, setelah pensiun, sang ayah pernah menerima uang pensiun hanya Rp 10.000 per bulan.

Pensiunan itu diterimanya selama puluhan tahun hingga 2001.

"Sampai 2001 uang pensiunan bapak (Hoegeng) Rp 10 ribu. Setelah 2001 baru ada penyesuaian jadi sekitar Rp 1 juta," kata Didit.

Setelah pensiun, Hoegeng beralih profesi menjadi pelukis.

Untuk menghidupi keluarganya, Hoegeng menjual lukisannya.

5. Diusulkan jadi Pahlawan Nasional

Bersama dua tokoh asal Jateng, dr Kariadi dan Profesor Soegarda Poerbakawatja, Hoegeng diusulkan menjadi pahlawan nasional.

Usulan ini sudah memenuhi syarat tim peneliti dan pengkaji gelar daerah Jawa Tengah.

Menurut Ganjar, Jenderal Hoegeng dinilai telah berjasa dan mengabdi pada bidang kepolisian Republik Indonesia.

Ganjar menjelaskan, banyak pertimbangan yang dilakukan untuk pengusulan ketiga nama tersebut, termasuk Jenderal Hoegeng.

"Itu detail, ada usulan dari masyarakat, ada data yang dilampirkan. Tugas kami memverifikasi saja, apakah semuanya betul dan tidak ada yang terlanggar."

"Kemudian setelah itu, kami meneruskan ke pusat," ujarnya.

Selanjutnya, kata dia, usulan gelar pahlawan nasional akan ditindaklanjuti Kementerian Sosial.

"Sampai pada Sekmil Presiden yang nanti akan memutuskan terakhir. Kami hanya meneruskan saja," kata Ganjar dikutip dari Kompas.com.

Ganjar juga berharap bulan Agustus tahun ini pemerintah bisa meluluskan usulan tersebut dan mengumumkan ketiga tokoh itu untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.

Karena ketiganya dinilai layak menjadi pahlawan nasional karena ikut dalam perjuangan Bangsa Indonesia.

(Tribunnews.com/Sri Juliati, Kompas.com/Sabrina Asril/Dian Maharani/Riska Farasonalia)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas