Bambang Widjojanto Menduga Ada Rantai Komando Dalam Kasus Novel Baswedan
Bambang Widjojanto kembali mengomentari perkara hukum penyerangan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan KPK periode 2011-2015 Bambang Widjojanto kembali mengomentari perkara hukum penyerangan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
BW, sapaan akrabnya, menilai kasus tersebut bukanlah kasus biasa dan memiliki keistimewaan.
Ia mengatakan tidak mungkin terdakwa penyerangan dilakukan perwira polisi biasa.
"Itu tidak mungkin dilakukan oleh seseorang biasa atau orang per orang atau perwira-perwira biasa," kata BW dalam webinar bertajuk 'Sengkarut Pengungkapan Kasus Penyerangan Novel Baswedan, Kita Bisa Apa?' Sabtu (27/6/2020).
Baca: Kasus Penyerangan di Mata Novel Baswedan: Saya Yakin Pelaku Sebenarnya Sedang Gemetaran
BW juga tidak begitu yakin dengan pengungkapan perkara dan kronologi terhadap kasus itu.
Ia menduga kasus tersebut sengaja diciptakan satu kelompok yang memiliki akses terhadap kekuasaan.
"Ini dilakukan oleh satu kelompok kekuatan yang mempunyai kekuasaan, punya akses kepada kekuasaan, punya akses untuk menentukan bagaimana kronologi itu harus dibangun dan dia tidak bekerja sendiri tapi ada yang disebut dengan rantai komando ke atasnya, saya menduga seperti itu," ujarnya.
Baca: Soal Kelanjutan Sidang Penyiraman Air Keras, Novel Baswedan: Sudah Terlalu Jauh dari Nalar Saya
Lebih lanjut, BW menyoroti pimpinan KPK saat ini yang seakan tidak peduli dengan kasus hukum yang dihadapi bawahannya.
Menurutnya, pimpinan KPK saat ini tidak pernah mengomentari tuntutan jaksa terhadap terdakwa penyerang Novel yang hanya dituntut satu tahun penjara.
Baca: Jaksa: Dalil Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Penganiayaan Novel Baswedan Tidak Beralasan
"Jadi di tengah situasi seperti ini tidak ada every single words keluar dari pimpinan KPK, bukan juru bicara KPK. Pimpinan KPK itu kata kuncinya sama, kerja kerja kerja, lu kerja apa sebenarnya cuy?" ucapnya.
"Jadi artinya kepantasan untuk menjadi pimpinan ketika anak buahnya sedang menghadapi kegelapan dan kezaliman itu menurut saya tidak pantas untuk disandang oleh seorang pimpinan," katanya.
''Saya Yakin Pelaku Sebenarnya Sedang Gemetaran''
Nama penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, kembali mencuat ketika tim jaksa penuntut umum (JPU), terdiri dari Ahmad Patoni, Satria Irawan, dan Fedrik Adhar, hanya mengajukan tuntutan 1 tahun penjara terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.