Wakil Ketua DPR Tanggapi Usulan Komisi VIII soal RUU PKS, Sebut Sudah Sepantasnya Ditarik
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco, mengatakan sudah sepantasnya RUU PKS ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Menanggapi usulan Komisi VIII yang meminta agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, Sufmi Dasco buka suara.
Wakil Ketua DPR RI ini menilai ditariknya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020 merupakan hal yang sudah sepantasnya.
Dilansir Tribunnews, ia juga mengatakan usulan Komisi VIII DPR adalah rasional.
"Menurut kami apa yang diusulkan (Komisi VIII untuk ditarik) rasional karena RUU PKS menuai polemik di masyarakat," kata Sufmi Dasco di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Wakil Ketua Komisi VIII, Marwan Dasopang, pun sebelumnya menyebutkan pembahasan RUU PKS agak sulit.
Baca: Baleg DPR Sepakat RUU Perlindungan PRT Dibahas
Baca: DPR Kesulitan Bahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Ernest: Kalo Gak Mau Sulit Jangan Jadi DPR
Karena itu pihaknya mengusulkan agar RUU PKS ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020.
"Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena pembahasannya agak sulit," ujar Marwan, Selasa (30/6/2020), dikutip dari Kompas.com.
Sebagai gantinya, kata Marwan, Komisi VIII mengusulkan pembahasan RUU tentan Kesejahteraan Lanjut Usia untuk masuk daftar Prolegnas Prioritas 2020.
Ia pun menegaskan RUU PKS tidak akan dihapus, melainkan menggesernya ke Prolegnas Prioritas tahun depan agar beban DPR tak banyak.
"Bukan menghapus, tapi menggeser di 2021 supaya beban DPR itu tidak banyak dan tetap terbahas," kata Marwan, Rabu, dilansir Kompas.com.
Ditariknya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas karena hingga saat ini pembahasan RUU itu belum memungkinkan.
Pasalnya, ada kesulitan dalam melobi seluruh fraksi di DPR.
"Saya dan teman-teman di Komisi VIII melihat peta pendapat para anggota tentang RUU PKS masih seperti (periode) yang lalu. Butuh ekstra untuk melakukan lobi-lobi," ungkap Marwan.
Lebih lanjut, Marwan membeberkan pembahasan RUU PKS masih terbentur masalah judul dan definisi kekerasan seksual.
Tak hanya itu, aturan mengenai hukum pidananya juga masih menjadi perdebatan.
Baca: Fadli Zon: RUU HIP Itu Tidak Dibutuhkan, Sudah Cabut Saja
Baca: Baleg Berharap DPR Realistis dengan Capaian Pembahasan RUU yang Masuk Prolegnas 2020
"Masih seperti saat itu, yaitu judul, definisi, dan pemidanaan. Tentang rehabilitasi perlindungan."
"Jadi yang krusial adalah judul definisi. Definisi sebenarnya sudah hampir mendekati waktu itu," jelas dia.
Lantas, Marwan juga menjelaskan soal mengapa RUU PKS nyaris tak mungkin dibahas dan diselesaikan Oktober 2020 mendatang.
Ia menilai akan banyak pihak yang butuh diakomodasi lewat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dalam membahas RUU PKS.
"Kemudian ketika kami nanti buka pembahasan RUU PKS ini pasti banyak yang akan meminta untuk didengarkan pendapatnya."
"Maka butuh RDPU lagi, sambil membahas sambil RDPU. Karena itu tidak mungkin kita selesaikan sampai Oktober," ujar Marwan.
Marwan kemudian memastikan RUU PKS akan dibahas kembali dan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.
"Masuk. (Pasti) dibahas. Itu usulan kita. Kalau itu kan harus (dibahas) karena itu undang-undang carry over," tandasnya.
Tanggapan Komnas Perempuan
Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, menilai DPR tak punya komitmen politik cukup kuat untuk memberikan kepastian hukum bagi korban kekerasan seksual.
Baca: Pengamat Sebut RUU Cipta Kerja Permudah Permodalan Sektor UMKM
Baca: RUU PKS Diusulkan Ditarik, Pimpinan DPR: Rasional Karena Tuai Polemik
Hal ini disampaikan Fuad terkait ditariknya RUU PKS dari daftar Prolegnas Prioritas 2020.
Dikutip dari Kompas.com, Fuad mengatakan keputusan Komisi VIII sangat mengecewakan.
"Sekarang berdasarkan hasil survei Komnas Perempuan di masa pandemi Covid-19 ini angka KDRT cukup meningkat, termasuk angka kekerasan seksual di dalamnya," kata Fuad.
"Saya pikir apa yang dilakukan Komisi VIII sangat bertentangan dengan harapan masyarakat, sudah lama mengharapkan persoalan kekerasan seksual ini segera mendapatkan kepastian hukum," tuturnya.
Lebih lanjut, Fuad mengaku heran saat tahu Komisi VIII mengatakan kesulitan saat membahas RUU PKS.
Ia meminta pimpinan DPR untuk segera menepati janji menyelesaikan RUU PKS sebagai wujud dukungan negara terhadap korban kekerasan seksual.
"Kami meminta perhatian pimpinan DPR untuk juga memenuhi janjinya untuk menjadikan RUU PKS sebagai bentuk hadirnya negara terhadap korban," tegasnya.
Sejumlah Artis Buka Suara
Terkait pernyataan Komisi VIII DPR soal RUU PKS, komedian sekaligus sutradara film, Ernest Prakasa memberikan sindiran.
Melalui media sosial Instagram miliknya, @ernestprakasa, pada Rabu (1/7/2020), ia menuliskan sindirannya.
Baca: Kowani Lapor ke KPAI terkait Pelibatan Anak saat Demo Tolak RUU HIP, Korlap Demo: Pengalihan Isu
Baca: Badan Legislasi Sebut RUU Cipta Kerja Akan Beri Kemudahan Bagi UMKM
Menurut Ernest, anggota DPR tak perlu menjadi wakil rakyat jika tak ingin merasa kesulitan.
Ernest juga menyarankan beberapa pekerjaan yang lebih mudah dibanding menjadi DPR.
"Kalo gak mau sulit jangan jadi anggota DPR Pak, bikin akun repost aja di IG.
Tinggal nyolong konten Tonight Show sama stand-up comedy Kompas/Indosiar,
trus nanti kalo polower udah banyak bisa jualan pemutih selangkangan deh. Gampang banget.
.
Buat yang gak tau apa itu RUU PKS & kenapa itu penting, please do find out.
Caranya antara lain dengan membaca TL @kalis.mardiasih @hannahalrashid @jakartafeminist atau cek hestek #SahkanRUUPKS," tulis @ernestprakasa di laman Instagramnya.
Artis Tara Basro juga ikut berpendapat soal usulan penundaan RUU PKS ini.
Tara Basro mengutip postingan dari @kalis.mardiasih soal pernyataan DPR yang mengaku sulit membahas RUU PKS.
Pasalnya saat ini, data kekerasan seksual sebenarnya sudah tersedia di mana-mana.
"Data kekerasan seksual udah tersedia dimana-mana, kasus kekerasan seksual terus meningkat,
DPR gak malu apa ya bilang sulit ke korban?"
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "DPR Kesulitan Bahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Ernest: Kalo Gak Mau Sulit Jangan Jadi DPR"
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Seno Tri Sulistyono/Siti Nurjannah Wulandari, Kompas.com/Tsarina Maharani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.