Kembali Minta Penyiram Air Keras Dibebaskan, Novel Baswedan: Lebih Baik Melepas 1000 Orang Bersalah
Novel Baswedan kembali meminta agar dua terdakwa penyiraman air keras terhadap dirinya dibebaskan.
Penulis: Daryono
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, kembali meminta agar dua terdakwa penyiraman air keras terhadap dirinya dibebaskan.
Dua terdakwa penyerangan Novel, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, saat ini tengah menjalani persidangan.
Permintaan Novel disampaikan menjelang sidang putusan yang akan berlangsung pada 16 Juli mendatang.
Hal itu disuarakan Novel melalui akun Twitternya, @nazaqistsha, Jumat (3/7/2020).
Baca: Komisi Kejaksaan Dalami Data dan Informasi dari Novel Baswedan
Novel menggunakan peribahasa dalam ilmu hukum dimana lebih baik melepas 1.000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah.
Orang disebut tidak bersalah karena tidak adanya bukti yang layak atau karena dipaksakan dan direkayasa buktinya.
"Adagium dlm ilmu hukum “lebih baik melepas 1000 org bersalah daripada menghukum 1 org tdk bersalah”
Disebut tdk bersalah bila tdk ada basis bukti yg layak utk menghukum. Baik dgn dipaksakan atau dgn kesepakatan utk dikondisikan n direkayasa buktinya.
BEBASKAN," tulis Novel.
Alasan Novel Minta Terdakwa Dibebaskan
Bukan kali ini saja Novel meminta agar dua terdakwa dibebaskan.
Pada pertengahan Juni lalu, Novel telah meminta agar dua terdakwa penyiraman air keras dibebaskan.
Permintaan itu disampaikan setelah jaksa hanya menuntut hukuman satu tahun penjara bagi kedua terdakwa.
”Saya sebagai orang hukum, yang memahami proses persidangan, maka saya katakan orang-orang seperti itu mesti dibebaskan. Jangan memaksakan sesuatu yang kemudian itu tidak benar,” kata Novel saat dikonfirmasi, Rabu (17/6/2020).
”Dibebaskan saja (dari segala tuntutan jaksa) daripada (terus) mengada-ada,” ujar Novel.
Pernyataan pesimis yang dilontarkan Novel itu merujuk pada banyaknya kejanggalan yang dipertontonkan selama persidangan.
Baca: Komisi Kejaksaan Dalami Bukti Laporan Novel Baswedan soal Sidang Teror Air Keras
Menurut Novel, tidak ada bukti menguatkan yang mampu ditunjukkan penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait korelasi terdakwa dengan peristiwa penyiraman air keras.
Novel lantas membeberkan beberapa kejanggalan yang dilihatnya di persidangan.
Di antaranya adalah pengakuan dalil air aki terdakwa oleh penuntut umum, barang bukti dan saksi penting yang tidak dihadirkan, serta motif serangan sebatas dendam pribadi.
Selain itu, Novel mengatakan bukti pelengkap seperti salinan investigasi Komnas HAM yang menyatakan serangan terhadapnya berkaitan erat dengan kerja-kerja pemberantasan tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti oleh jaksa dalam persidangan.
”Dan ternyata apa yang saya sampaikan di persidangan itu, berpikir positif, terus berpikir positif walaupun sebetulnya ragu juga, ternyata di persidangan aneh."
"Saya baru tahu ternyata saksi-saksi kunci tidak masuk dalam berkas perkara, bukti penting tidak dibicarakan di persidangan, bahkan ada bukti yang berubah,” kata dia.
Di mata Novel, persidangan yang berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu sudah keterlaluan.
”Saya sudah pernah bertanya pada penyidik, apa yang bisa menjelaskan bahwa kedua terdakwa itu pelakunya, mana buktinya, saya enggak dapat penjelasan. Ketika penuntutan, saya tanya jaksanya apa yang membuat yakin dia adalah pelakunya? Mereka enggak bisa jelaskan," ujarnya.
Novel lantas menyinggung tuntutan ringan jaksa terhadap kedua terdakwa yang hanya satu tahun pidana penjara.
Menurutnya, tuntutan tersebut melukai rasa keadilan baik bagi dirinya sebagai korban maupun masyarakat yang berharap penuh atas penegakan hukum.
"Dengan bukti-bukti tadi yang saya katakan, arah fakta-fakta yang itu tidak diungkap dengan benar, saya melihat jangan-jangan penuntut ini yakin dia bukan pelakunya," ujarnya.
Dalam perkara ini, dua polisi penyiram air keras terhadap Novel, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dituntut satu tahun pidana penjara.
Para terdakwa dinilai terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat.
Baca: Diminta Kembalikan Uang Pengobatan Mata Sebesar Rp3,5 Miliar, Novel Baswedan: Tanya ke Presiden
Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel telah mengkhianati institusi Polri.
Mereka terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana paling lama tujuh tahun penjara.
Sedangkan berdasarkan fakta persidangan, jaksa memandang perbuatan kedua terdakwa tidak terbukti melanggar Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana surat dakwaan.
Beleid ini mengatur ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun.
Jaksa beralasan gugurnya Pasal 355 sebagaimana dakwaan karena kedua terdakwa tidak sengaja dan tidak ada niat melukai Novel dengan air keras.
"Dalam fakta persidangan yang bersangkutan hanya ingin memberikan pelajaran kepada seseorang yaitu Novel Baswedan dikarenakan alasannya karena lupa dengan institusi; menjelekkan institusi," ujar Jaksa.
(Tribunnews.com/Daryono)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.