Terungkap Motif Pelaku Penyebar Berita Bohong Soal Likuidasi Bank, Hanya Iseng
Motif kedua pelaku penyebar berita bohong alias hoax dan provokatif tentang kondisi perbankan Bukopin, BTN dan Mayapada lantaran iseng belaka.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi menyebut motif kedua pelaku penyebar berita bohong alias hoax dan provokatif tentang kondisi perbankan Bukopin, BTN dan Mayapada lantaran iseng belaka.
Keduanya tak memeriksa terlebih dahulu kebenaran informasi sebelum menyebarkan ke media sosialnya.
Menurut Slamet, kedua pelaku juga dipastikan tidak berafiliasi dengan pihak manapun dengan tujuan menjelekkan nama ketiga bank tersebut.
"kami beberapa kali tanya motifnya, apakah tujuannya, terus kami cek juga afiliasi dari kedua tersangka ini. Kami dapat pastikan bahwa kedua tersangka ini tidak berafiliasi dengan pihak manapun, jadi bekerja atas inisiatif sendiri. Dan kami tanyakan motifnya apa? Yang pertama dia sampaikan adalah iseng," kata Slamet kepada wartawan, Minggu (5/7/2020).
Namun demikian, kata Slamet, unggahan pelaku berdampak besar kepada ketiga bank tersebut.
Baca: Likuiditas Dipastikan Aman, BTN Minta Nasabah Perbankan Tidak Panik
Baca: Nasabah Sulit Tarik Dana di Rekening, Ini Penjelasan Bank Bukopin
Pelaku yang menyebut ketiga bank tersebut mengalami masalah likuidasi berdampak pada nasabahnya.
"Konten hoaks itu sangat memberikan pengaruh yang negatif kepada masyarakat, dimana para pelaku cukup banyak akun-akun lain yang kemudian dapat memposting dan mereposting ulang," jelasnya.
Atas dasar itu, pihaknya meminta semua pihak lebih cermat dan berhati-hati sebelum menyebar pesan yang belum diketahui kebenarannya.
"Harapan kami kepada masyarakat apabila ada postingan jangan segera langsung mereposting, karena tentunya stabilitas dan pembangunan nasional membutuhkan rasa saling percaya di antara pelaku ekonomi yang pada saat ini," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap dua orang pelaku yang diduga menyebarkan berita bohong alias hoax dan provokatif tentang kondisi perbankan di Indonesia.
Tiga bank yang disebut oleh pelaku adalah Bukopin, BTN dan Mayapada.
"Pada hari Kamis tanggal 2 Juli kita menangkap Dua pelaku yang pertama dengan inisial AY kita tangkap di Jakarta pada pukul 6.30 WIB pagi, Kemudian yang kedua IS di Malang dengan persangkaan yang sama ditangkap 17.30 WIB," kata Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi di Bareskrim Polri, Jumat (3/7/2020).
Slamet mengatakan kedua pelaku menyebarkan konten hoax tersebut melalui akun twitter pribadinya. Dalam unggahannya, kedua pelaku menyebut tiga bank tersebut mengalami masalah likuidasi.
Atas dasar itu, pelaku meminta masyarakat untuk melakukan penarikan dana yang disimpan di dalam ketiga bank tersebut. Dua pelaku yang ditangkap berinisial AY dan IS di tempat terpisah.
"Kedua tersangka tersebut memprovokasi untuk menarik dana di beberapa bank, namun modus operandi yang dilakukan adalah disamping dengan mengaupload kalimat dan mengupload video, motifnya adalah salah satunya adalah iseng dan kemudian salah satunya adalah mengacu pada tahun 98," jelasnya.
Kepada kepolisian, kedua pelaku mengaku bukan nasabah ketiga bank tersebut. Keduanya hanya mendapatkan informasi tersebut dari orang lain yang kemudian menyebarkan berita tersebut di akun sosial medianya.
"Pelaku tidak tahu persis tentang kondisi perbankan pada saat ini, sehingga berita tersebut masuk dalam kategori hoaks, sehingga harapan kami kepada masyarakat apabila mau melakukan sesuatu berpikir dulu sebelum share atau cek and ricek," tukasnya.
Dari hasil penangkapan itu, penyidik berhasil mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya, 1 unit handphone, 1 buah simcard, 1 buah KTP dan akun twitter milik pelaku.
Atas perbuatannya tersebut, kedua tersangka dikenakan pasal undang-undang ITE pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 undang-undang Nomor 11 tahun 2008 sebagai pasal 14 ayat 1.
Selain itu, pelaku juga bisa dijerat pasal 2, pasal 15 undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi elektronik dan atau pasal 14 ayat 1 dan 2 dan atau pasal 15 undang-undang RI Nomor 1 th 1945 tentang peraturan hukum pidana dengan ancaman pidana 10 tahun dan 4 tahun.