Ramai Putusan Mahkamah Agung, Kata Kuasa Hukum Jokowi di Sidang MK hingga Politikus Gerindra Curiga
Putusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 atas gugatan sengketa pilpres ramai diperbincangkan
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Putusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 atas gugatan sengketa pilpres ramai diperbincangkan publik.
MA mengabulkan permohonan uji materiil (judicial review) Pasal 3 ayat 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.
Adapun, gugatan ini diajukan oleh pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, dan kawan-kawan.
Baca: 2 Kejanggalan Putusan MA Kabulkan Gugatan Rachmawati Terkait Sengketa Pilpres 2019
Dari hal itu, komentar diungkapkan Yusril Ihza Mahendra yang pernah memimpin tim hukum Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, dalam sidang gugatan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) melawan penggugat tim Prabowo-Sandi saat itu.
Sementara, politikus Gerindra, Habiburokhman bahkan menyebut polemik atas keputusan MA di atas tak ada relevansinya dengan hasil Pilpres 2019.
1. MA Tak Berwenang
Pemberitaan Kompas.com, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, putusan Mahkamah Agung (MA) No. 44 P/HUM/2019 tak membatalkan kemenangan pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019.
"Menang tidaknya Jokowi dalam Pilpres 2019 telah diputus oleh MK karena hal itu menjadi kewenangannya. MA sama sekali tidak berwenang mengadili sengketa Pilpres. Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) itu final dan mengikat," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Rabu (8/7/2020).
"Dalam menetapkan kemenangan Jokowi dan Kiai Ma'ruf, KPU merujuk pada Putusan MK yang tegas menolak permohonan sengketa yang diajukan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno," lanjut dia.
Baca: Presiden Jokowi Ingin BPIP Diatur UU Bukan Perpres
Selain itu, lanjut Yusril, putusan MA baru diproses pada 28 Oktober 2019, seminggu setelah Jokowi-Ma'ruf dilantik oleh MPR.
Dengan demikian, putusan MA itu bersifat prospektif atau berlaku ke depan sejak tanggal diputuskan, sehingga tidak berlaku retroaktif atau surut ke belakang.
Yusril mengatakan, aturan Pilpres yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon memang tidak diatur dalam dalam Pasal 416 UU 7/2017 tentang Pemilu.
Ketentuan Pasal 7 ayat 3 PKPU No 5 Tahun 2019 itu mengaturnya dengan mengacu kepada Putusan MK No 50/PUU-XII/2017 yang menafsirkan ketentuan Pasal 6A UUD 45 dalam hal Paslon Capres dan Cawapres hanya dua pasangan.
Karena itu, menurut Yusril, dalam keadaan seperti itu yang berlaku adalah suara terbanyak tanpa perlu diulang lagi untuk memenuhi syarat sebaran kemenangan di provinsi-provinsi sebagaimana diatur Pasal 6A.