Kasus Maria Pauline Lumowa: Dugaan Suap Gagalkan Ekstradisi hingga Komentar Mahfud MD
Tersangka pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI), Maria Pauline Lumowa diekstradisi setelah 17 tahun lebih menjadi buron.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Tersangka pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI), Maria Pauline Lumowa diekstradisi setelah 17 tahun lebih menjadi buron.
Upaya pemerintah dalam mengajukan permintaan ekstradisi tersangka pembobol BNI senilai Rp 1,7 triliun ini membutuhkan proses yang panjang.
Pasalnya, setelah ditangkap pada 16 Juli 2019 lalu oleh otoritas Serbia, Maria nyaris dibebaskan secara hukum setelah menjalani satu tahun penahanan.
Lantaran hal itu, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), berupaya keras untuk segera memulangkan Maria ke Indonesia.
Upaya suap dari pengacara Maria gagalkan ekstradisi
Dikutip dari Kompas.com, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, ada upaya dari kuasa hukum Maria menyuap pihak Pemerintah Serbia.
Menurut Yasonna, upaya suap tersebut dilakukan untuk membatalkan proses ekstradisi dari Serbia ke Indonesia.
"Ada pengacara beliau yang mencoba melakukan upaya hukum."
"Ada upaya-upaya semacam melakukan suap, tapi Pemerintah Serbia committed (melakukan ekstradisi)," kata Yasonna.
Baca: Kemenkumham Lacak Aset Tersangka Maria Lumowa di Luar Negeri
Baca: Rekam Jejak Kasus Maria Pauline Lumowa, Tersangka Pembobol BNI yang Buron Selama 17 Tahun
Tak hanya itu, Yasonna manambahkan, ada negara Eropa yang melakukan diplomasi terhadap Pemerintah Serbia untuk mencegah proses ekstradisi tersebut.
"Ada negara dari Eropa yang melakukan diplomasi agar beliau tidak diekstradisi ke Indonesia," terang Yasonna.
Kendati demikian, Pemerintah Indonesia segera melakukan tindak lanjut proses permohonan ekstradisi ke Pemerintah Serbia.
Dilakukan secara senyap
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, penangkapan tersangka pembobol BNI itu dilakukan secara senyap.