Operasi Senyap dan Lobi Tingkat Tinggi Dibalik Pemulangan Tersangka Maria Lumowa
Menurut dia, Kementerian Hukum dan HAM melakukan operasi senyap dan berhati-hati untuk memproses MPL.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melakukan operasi senyap dan lobi-lobi untuk dapat membawa Maria Pauline Lumowa alias MPL.
MPL merupakan salah seorang tersangka pelaku pembobolan kas BNI cabang Kebayoran Baru.
Modus operandi yang dilakukan dengan cara pembuatan Letter of Kredit (L/C) fiktif.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan memerlukan proses panjang agar dapat membawa MPL untuk mempertanggungjawabkan perbuatan.
“Ibu MPL itu sudah bisa ditemukan yang selama 16-17 tahun menjadi buronan. Ditetapkan tersangka, kemudian lari, tinggal di Belanda. Selama itu mencari dan sejak tahun lalu tertangkap di Serbia (tertangkap,-red) sejak Juli 2019,” kata Mahfud, di ruang VIP Terminal III Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Kamis (9/7/2020).
Menurut dia, Kementerian Hukum dan HAM melakukan operasi senyap dan berhati-hati untuk memproses MPL.
Baca: Tiba di Indonesia, Buron Pembobol BNI Maria Lumowa Langsung Digelandang ke Bareskrim Polri
Akhirnya, melalui kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Serbia, MPL dibawa, pada Rabu kemarin.
Dia menjelaskan, pemerintah Indonesia dan Serbia menjalin kerjasama Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance/MLA) dalam masalah kriminal.
“Bayangkan kalau lewat satu minggu dari sekarang akan lewat 1 tahun masa penahanan dan akan dilepas kalau tidak terjadi kesepakatan,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, mengatakan lobi-lobi pemerintah Indonesia terhadap pemerintah Serbia juga menjadi kunci untuk memulangkan MPL.
“Jadi, kemudian kami melakukan apa yang disebut pendekatan high level dengan pemerintah Serbia. Lewat tanggal 16 (Juli,-red), masa penahanan akan berakhir dan mau tidak mau harus dibebaskan,” kata dia.
Selama upaya memulangkan MPL, kata dia, pihaknya menemui hambatan. Sebab, kata dia, kuasa hukum MPL berupaya meminta kepada pemerintah Serbia agar kliennya dibebaskan. Belum lagi menyangkut status kewarganegaraan MPL, yang kini menjadi Warga Negara Belanda.
“Ini memerlukan proses panjang. Ada negara lain melakukan lobi. Penjelasan dubes ada upaya intens dari salah satu negara untuk melobi supaya yang bersangkutan tidak diekstradisi ke Indonesia. Ada pengacara MPL mencoba upaya hukum juga. Ada upaya semacam melakukan suap,” tambah Yasonna.
Untuk diketahui, Maria Pauline Lumowa alias MPL merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru. Modus operandi yang dilakukan dengan cara Letter of Credit (L/C) fiktif.
Maria Pauline Lumowa bersama-sama dengan Adrian Waworuntu, pemilik PT Gramarindo Group menerima dana pinjaman senilai 136 juta dollar Amerika Serikat atau setara Rp 1,7 Triliun, pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003 dari Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI mencurigai transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Kemudian, dugaan L/C fiktif ini dilaporkan ke Mabes Polri. Maria terlebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Pada 2009, diketahui Maria berada di Belanda dan sering bolak-balik ke Singapura. Maria sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Pada 16 Juli 2019, MPL ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia.
Upaya penangkapan itu berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Setelah ditangkap pada tahun lalu, pemerintah Indonesia meminta agar dilakukan penahanan sementara sambil mengurus pemulangan ke tanah air.
Akhirnya, MPL dibawa ke Indonesia, pada Rabu 8 Juli 2020. Upaya pemulangan itu hanya berlangsung satu minggu sebelum MPL dibebaskan dari tahanan.