Rizieq Shihab Minta Jokowi Mundur
Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, hadir di tengah-tengah massa aksi DPR RI melalui pesan suara.
Editor: Hendra Gunawan
*Muncul Via Rekaman Suara Saat Demo Tolak RUU HIP
*Sempat Rusuh di Depan Gedung DPR
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, hadir di tengah-tengah massa aksi DPR RI melalui pesan suara.
Dirinya menyampaikan agar Presiden Joko Widodo mendengarkan nasihat darinya terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) HIP tersebut.
"Sudah saatnya Jokowi segera mengundurkan diri secara terhormat, karena sudah tidak mampu mengelola negara dan menjalankan roda pemerintahan secara baik," kata Rizieq, Kamis (16/7/2020).
Rizieq mengatakan pesan tersebut disampaikan secara tulus dan ikhlas untuk keselamatan negara dan ridho dari Allah SWT.
Baca: Massa Aksi Tolak Omnibus Law Cipta Kerja dan RUU HIP Bubar, Jalan Depan DPR Kini Kembali Dibuka
"Semoga hati Presiden Jokowi mau terbuka dan mau menerima nasihat. Amin," ujarnya.
Selain kepada Jokowi, Rizieq pun mengutarakan pesan kepada seluruh anggota DPR dan DPD RI, serta anggota MPR RI.
"Sudah semestinya DPR RI dan DPD RI segara mendorong MPR RI agar secepatnya menyelamtkan Jokowi dan negara," ucap Rizieq.
"Sekaligus dengan menggelar sidang istimewa MPR RI untuk memakzulkan Jokowi dan
penyelematan rakyat, bangsa dan negara Indonesia," pungkasnya.
Massa aksi demonstrasi penolakan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) mendengarkan maklumat Imam Besar Front Pembela Indonesia (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) via rekaman suara.
Baca: DPR RI Diminta Cabut RUU HIP dari Prolegnas
Maklumat yang disampaikan Habib Rizieq langsung menuntut kepala negara yang sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan, Presiden Joko Widodo,
untuk segera mengundirkan diri.
"Sudah saatnya Jokowi segera mengundurkan diri secara terhormat," kata HRS saat awal maklumatnya, yang didengar ratusan massa aksi di depan
Gedung DPR RI.
HRS menyampaikan dasar tuntutannya tersebut, dengan menyinggung kinerja rezim saat ini yang notabene dikendalikan oleh kekuataan oligarki.
"Karena Jokowi sudah tidak mampu mengelola negara, dan menjalankan roda pemerintahan secara baik, sehingga mafia oligarki
semakin merajalela dan berbuat semaunya, sementara rakyat semakin sengsara dan
kedaulatan negara semakin terancam," ujarnya.
Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan sejumlah ormas berunjuk rasa dj depan Gedung DPR RO Senayan menemui pimpinan DPR RI. PA 212 dan beberapa perwakilan ormas islam masuk ke gedung DPR sekitar pukul 12.45 WIB.
Baca: Ketua PA Alumni 212 Menuntut Ungkap Inisiator RUU HIP
"Tuntutan kita sama, ingin dapat kepastian dari DPR RI bahwa RUU HIP atau PIP tidak akan dilanjutkan. Dicabut, dibatalkan dari Prolegnas lewat sidang Paripurna hari ini," kata Ketua PA 212 Slamet Ma'arif.
Bakar Ban
Keributan sempat terjadi di depan gedung DPR, Jakarta saat aksi unjuk rasa menentang RUU HIP. Mendadak datang massa dari arah Slipi.
Terlihat polisi membentuk barikade. Massa datang sekitar pukul 17.44 WIB, massa tersebut mendadak muncul dari arah Slipi tampak membuat keributan. Sempat terdengar letusan kembang api.
Polisi tampak membuat barikade berlapis. Mobil barikade tampak dikerahkan. Massa mulai mundur sejauh 300 meter dari depan gerbang gedung DPR. Massa sempat melempar batu ke arah polisi.
Satu provokator tampak diamankan polisi. Dia terlihat hendak lari ke arah jalan tol.
Ada dua demo di depan gedung DPR, yaitu massa menolak RUU HIP dan massa menolak omnibus law.
Massa penolak RUU HIP sudah bubar sekitar pukul 16.30 WIB, sementara massa
penolak omnibus law masih ada yang bertahan di depan gedung DPR.
Pada malam hari massa yang menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja mulai membubarkan diri, dari depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Pantauan Tribun di lokasi sekira pukul 19.30 WIB, massa yang tergabung diri Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) tolak Omnibus Law berangsur meninggalkan DPR.
Sempat terjadi aksi lempar botol yang berasal dari kerumunan massa aksi ke arah aparat kepolisian yang mengamankan aksi tersebut. Massa juga sempat membakar ban di depan Gedung DPR atau Jalan Gatot Subroto arah Slipi.
Beruntung, aksi lempar botol ini tak berlangsung lama dan massa pun mulai membubarkan diri ke arah TVRI.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian masih berjaga-jaga mensterilkan
area titik demonstrasi.
Lalu lintas di depan Gedung DPR, atau tepatnya Jalan Gatot Subroto arah Slipi akhirnya dibuka kembali usai massa aksi tolak Omnibus Law dan RUU HIP membubarkan diri. Sekira pukul 20.00 WIB, kendaraan hanya bisa melintas menggunakan jalur TransJakarta.
Hal itu dikarenakan sampah plastik dan batu berserakan di jalur protokol Jalan Gatot Subroto.
Sementara itu nampak pasukan oranye menyapu jalanan yang dipenuhi sampak plastik.
Ogah Buru-buru
DPR dan pemerintah sepakat untuk tidak terburu-buru membahas RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Hal itu dikatakan Ketua DPR RI Puan Maharani saat menerima Surat Presiden (Surpres) tentang konsep RUU BPIP yang diserahkan Menko Polhukam Mahfud MD.
"DPR dan pemrintah sudah bersepakat bahwa konsep RUU BPIP ini tdk akan segera dibahas," kata Puan.
Puan memastikan DPR dan pemerintah akan menyerap aspirasi masyarakat sebelum memulai pembahasan RUU BPIP. Hal itu untuk menghindari pertentangan di masyarakat yang muncul akibat RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
"DPR akan lebih dahulu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut mempelajari, memberi saran, masukan, kritik terhadap RUU BPIP itu," ujarnya.
"DPR bersama pemeritah akan membahas RUU BPIP itu apabila DPR dan epmerintah sudah mendapatkan elemen masyarakat yang cukup sehingga hadirnya RUU BPIP ini menjadi kebutuhan hukum yang kokoh pada upaya pembinaan Pancasila lewat BPIP," tambahnya.
Sementara itu, dalam kesempatan itu Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan pemerintah menyerahkan surat presiden (supres) yang berisi tiga dokumen.
"Saya membawa surat presiden yang berisi tiga dokumen, satu dokumen surat resmi dari Presiden kepada ibu Ketua DPR dan dua lampiran lain terkait rancangan undang-undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila," kata Mahfud.
Mahfud menyebut RUU ini berbeda dengan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang banyak ditentang masyarakat.
RUU BPIP disebut Mahfud untuk merespon perkembangan yang ada di masyarakat tentang ideologi Pancasila, di mana TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 menjadi pijakan dalam pembahasan RUU BPIP.
"Itu ada di dalam RUU ini, menimbang butir 2 sesudah Undang-Undang Dasar 1945,
menimbang butir 2itu TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966," ujar Mahfud.(tribun
network/mam/sen/wly)