Djoko Tjandra Disebut Warga Kelas I di Malaysia, Jokowi Diminta Turun Tangan
“(Di Malaysia) seperti warga negara kelas I. Di Papua Nugini kelas I. Di Singapura, tidak (warga negara kelas I) karena banyak kompetitor."
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNEWS.COM, JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, meminta Presiden Joko Widodo ‘turun tangan’ memulangkan Djoko Sugiarto Tjandra, terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Menurut dia, Jokowi harus memulangkan sendiri Djoko Tjandra, karena yang bersangkutan disinyalir sudah menjadi warga negara kelas I di Malaysia. Hal itu, diungkap Boyamin, karena dia pernah memerintahkan sejumlah orang untuk menyelidiki keberadaan Djoko Tjandra.
“Oktober 2019, tim saya pernah ketemu di Malaysia. Sering tinggal di situ. Di Papua Nugini jarang. Paling pergi ke Singapura,” ujar Boyamin, pada sesi diskusi, Polemik Trijaya bertema Ironi Djoko Tjandra dan Tim Pemburu Koruptor, yang diselenggarakan MNC Trijaya, Sabtu (18/7/2020).
“(Di Malaysia) seperti warga negara kelas I. Di Papua Nugini kelas I. Di Singapura, tidak (warga negara kelas I,-red) karena banyak kompetitor. Di Indonesia juga warga negara kelas I," ujarnya.
Baca: Mantan Wakapolri: Jangan Sangkutpautkan Kasus Buron Djoko Tjandra dengan Pergantian Kapolri
Untuk itu dia meminta Presiden Joko Widodo beserta aparat terkait berkoordinasi dengan pemerintah Malaysia memulangkan Djoko Tjandra.
Selama proses itu dia menyarankan agar Jokowi tidak diintervensi oleh pihak manapun.
Baca: Mahfud MD Beberkan Isi Pertemuan Dengan Lima Lembaga Bahas Djoko Tjandra
“Ini memang harus presiden karena antar negara. Tidak bisa Jaksa Agung datang ke sana diketawain. Presiden diingatkan ramai-ramai ini urusan hukum. Menjadi urusan rakyat Indonesia ditipu, dikadali dibohongi. Mudah-mudahan presiden hadir mengobati rakyat,” tuturnya.
Baca: Brigjen Prasetijo Diduga Siapkan Orang Mirip Djoko Tjandra untuk Ikut Tes Bebas Covid-19
Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI, Adang Darajatun, mempunyai pandangan berbeda. Dia menilai, belum saatnya presiden menangani hal itu secara langsung, karena saat ini aparat penegak hukum, yaitu Polri dan Kejaksaan Agung masih bekerja.
“Kami akan melihat sampai tingkat mana kerjasama. Misal kurang mampu baru dinaikkan pada tingkat pimpinan negara,” tambahnya.