Pengamat: Tuntutan Pendemo RUU HIP yang Minta Jokowi lengser dan PDIP Dibubarkan Tidak Tepat
Idil mengatakan, tuntutan memakzulkan Jokowi dan pembubaran PDIP dalam aksi menolak RUU HIP adalah tindakan tidak tepat
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Massa PA 212 bersama aliansi organisasi lainnya menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU HIP di depan Gedung DPR, Kamis (16/7/2020) lalu.
Mereka saat itu membawa spanduk-spanduk, salah satunya bertuliskan 'Makzulkan Jokowi' dan 'Bubarkan PDIP'.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar mengatakan, tuntutan memakzulkan Jokowi dan pembubaran PDIP dalam aksi menolak RUU HIP adalah tindakan tidak tepat. Idil menilai, tuntutan memakzulkan presiden dan pembubaran PDIP keluar dari konteks aksi.
Baca: PA 212: Tuntutan Kita Sama, Ingin Dapat Kepastian RUU HIP Dicabut
"Kalau pemakzulan presiden dan pembubaran PDIP saya kira itu salah sasaran ya," kata Idil, Sabtu (18/7/2020).
Idil mengatakan tidak adil bila massa aksi PA 212 hanya menuntut pembubaran PDIP. Sebab pembahasan RUU HIP di DPR adalah andil seluruh partai politik yang memiliki representasi di parlemen.
"Karena memang itu akumulatif perbincangan di DPR. Maka kemudian secara objektif kalau hanya menyalahkan PDIP menurut saya agak tidak adil terus apalagi sampai pemakzulan presiden, menurut saya memang tidak pas," ucap Idil.
Seperti diketahui, Kamis (16/7/2020) lalu, massa demonstrasi datang ke gedung DPR untuk menyampaikan aspirasi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila.
Akibat aksi ini, jalan Gatot Subroto depan gedung DPR tidak dapat dilintasi kendaraan, tetapi tol tetap beropersi karena massa hanya berada di jalan protokol.
Adapun ormas yang hadir di antaranya Aliansi Nasional Antikomunis (Anak) NKRI, Persaudaraan Alumni (PA) 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U).