Dituntut Bubar dan Dimakzulkan, Pengamat: Dukungan Publik ke Jokowi dan PDIP Bisa Semakin Kuat
Emrus mengatakan, tuntutan memakzulkan Jokowi dan pembubaran PDIP dalam aksi menolak RUU HIP adalah berlebihan.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Massa PA 212 bersama aliansi organisasi lainnya menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU HIP di depan Gedung DPR, Kamis (16/7/2020)
Pengunjuk rasa saat itu membawa spanduk-spanduk, salah satunya bertuliskan 'Makzulkan Jokowi' dan 'Bubarkan PDIP'.
Direktur Eksekutif EmrusCorner, Emrus Sihombing mengatakan, unjuk rasa penolakan terhadap RUU HIP di depan Gedung DPR itu telah melenceng dari isu utama yang seharusnya disuarakan.
Baca: PA 212: Tuntutan Kita Sama, Ingin Dapat Kepastian RUU HIP Dicabut
"Saya menilai itu berlebihan. Masa karena perbedaan pandangan langsung harus memakzulkan presiden dan membubarkan suatu partai," kata Emrus, Minggu (19/7/2020).
Emrus mengatakan, tuntutan memakzulkan Jokowi dan pembubaran PDIP dalam aksi menolak RUU HIP adalah berlebihan.
Menurutnya, tidak gampang memakzulkan presiden yang terpilih melalui proses pemilu yang konstitusional. Sementara tidak mudah pula membubarkan suatu partai politik yang sudah mengakar di tengah masyarakat.
Baca: PDIP Akui Utamakan Parpol Pengusung Jokowi dan Aspek Ideologi di Koalisi Pilkada Serentak
"Kenapa saya sebut mengakar, karena PDIP pemenang pemilu dua periode. Itu over tuntutan," kata Emrus.
Emrus menilai, dengan adanya tuntutan pemakzulan presiden dan pembubaran partai, posisi PDIP dan dukungan masyarakat ke presiden justru bisa semakin kuat.
"Karena pendemo tidak cukup kuat mewujudkan apa yang dituntut. Artinya persepsi publik dan dukungan terhadap PDIP akibat peristiwa itu bukan malah menurun. Tapi malah menguatkan posisi presiden dan partai di tengah masyarakat. Buktinya tidak ada respon kan. Itu hanya sekelompok kecil demonstrasi saja," kata Emrus.