Sapardi Djoko Damono Buka Rahasia di Balik Puisi 'Aku Ingin' Ternyata Dibuat Cuma 15 Menit
Penyair kondang, Sapardi Djoko Damono menceritakan fakata menarik dari dua pusinya berjudul Aku Ingin dan Hujan Bulan Juni.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Penyair kondang, Sapardi Djoko Damono menceritakan fakta menarik dari dua puisinya berjudul Aku Ingin dan Hujan Bulan Juni.
Hal tersebut Sapardi ungkapkan saat menjadi pembicara dalam gelaran Asean Literary Festival 2016 bersama penyair lainnya bernama Joko Pinurbo.
Sapardi mengaku dua puisinya tersebut memiliki keunikan tersendiri daripada puisi-puisi yang ia buat.
"Memang dua sajak itu saya tulis antara lain, yang istimewa itu sekali jadi, dan nggak tahu kenapa," ucapnya dikutip Tribunnews dari channel YouTube Jakartanicus, Senin (20/7/2020).
Sapardi dalam kesempatan tersebut juga membeberkan kenapa dua puisi tersebut sangat dikenal oleh masyarakat di Indonesia.
"Kemudian 3 sajak saya dimuat di koran Suara Pembaruan atau apa begitu. 3 sajak itu ada Hujan Bulan Juni, itu (Aku Ingin) sama itu."
"Seandainya saja puisi itu tidak dijadikan lagu dan tidak dinyanyikan Reda, Anda tidak akan mengenal."
"Bukan karena Anda mengenal puisi saya dulu, tapi mengenal lagu itu dulu," beber Sapardi.
Sapardi menambahkan, puisinya yang berjudul Aku Ingin dirinya tulis tidak memerlukan waktu yang lama.
Bahkan menurut pengakuannya, pusi tersebut hanya ditulis dalam hitungan menit saja.
"Barangkali membuatnya selama 15 menit atau 20 menit dan waktu itu saya tulis tangan," ucapnya.
Baca: Pemakaman Sapardi Djoko Damono Hanya Dihadiri Beberapa Keluarga dan Kerabat Dekat
Berikut Isi Puisi Aku Ingin dan Hujan Bulan Juni
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Baca: Kumpulan Puisi Karya Terbaik Sapardi Djoko Damono: Penuh Makna, Abadi dan Akan Selalu Dikenang
Sapardi Djoko Damono Tutup Usia
Sastrawan Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada Minggu (19/7/2020).
Kabar ini beredar di WhatsApp Group pekerja seni yang diterima Tribunnews.
Tak hanya itu, penulis Adib Hidayat juga membagikan kabar duka ini melalui akun Twitternya.
"Hujan air mata di bulan Juli. Selamat jalan Pak Sapardi Djoko Damono," tulis Adib Hidayat.
Selain Adib Hidayat, penulis Goenawan Mohammad juga mengabarkan kepergian sang pujangga ini.
"Innalilahi wa inailahi roji’un: Penyair Sapardi Djoko Damono wafat pagi ini setelah beberapa bulan sakit. Maret 1940-Juli 2020."
Lebih lanjut, berdasarkan cuitan @ilhamkhoiri, Sapardi Djoko Damono meninggal di RS Eka BSD pagi ini sekitar pukul 09.17 WIB.
"Selamat jalan, Pak Sapardi.
Raga boleh pergi, tapi puisi-puisimu akan abadi, terus dibaca dan dilagukan, seperti "Hujan Bulan Juni,", "Aku Ingin Mencintaimu dg Sederhana."
Telah berpulang, penyair Sapardi Djoko Damono di RS Eka BSD, Minggu (19/7/2020) pagi ini, jam 09.17 WIB."
Kabar ini lantas dibenarkan Kepala Biro Humas dan Kantor Informasi Publik Universitas Indonesia (UI), Amelita Lusia.
"Ya, Mas," kata Amel saat dikonfirmasi, Minggu, dilansir Kompas.com.
Sapardi Djoko Damono merupakan penyair kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940.
Puluhan karya telah dibuat Sapardi Djoko Damono hingga akhir hayatnya.
Seperti Duka-Mu Abadi (1969), Perahu Kertas (1983), Kolam (2009), Namaku Sita (2012), dan Hujan Bulan Juni (2015).
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan/Pravitri Retno W, Kompas.com/Wahyu Adityo Prodjo)