Anggawira: Indonesia Butuh RUU Omnibus Law Cipta Kerja untuk Hadapi Persaingan Ekonomi Global
Indonesia dinilai membutuhkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja agar sigap menghadapi persaingan ekonomi global.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dinilai membutuhkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja agar sigap menghadapi persaingan ekonomi global.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum BPP HIPMI Anggawira kepada wartawan, Senin (20/7/2020).
Ia menilai Indonesia membutuhkan RUU Cipta Kerja agar bisa berkompetisi.
"Saya melihat pemerintah dalam hal ini mencoba melakukan terobosan dengan Omnibus dan RUU Cipta Kerja ini untuk membuat kita makin cepat di era yang seperti ini, apalagi sekarang Covid dan sebagainya," ujarnya.
"Jadi kalau saya lihat sih ya ini bagian dari sebuah usaha untuk membuat kita makin punya strategi yang tepat dalam berkompetisi kedepan," imbuhnya.
Baca: 6 SP/SB Konsisten Berada di Tim Teknis Pembahasan RUU Omnibus Law Klaster Ketenagakerjaan
Anggawira mengatakan RUU Cipta Kerja dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia.
Selama ini, dia mengatakan desentralisasi kewenangan akibat reformasi tidak diiringi dengan kesiapan SDM.
"Problem utamanya ketika proses desentralisasi yang terjadi ini kan kualitas SDM yang di masing-masiing daerah ini kan berbeda. Problem di birokrasi dan sebagainya menyebabkan percepatan itu antar satu daerah dengan daerah yang lain itu tidak berlangsung sama," ujarnya.
Baca: Aksi Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law Cipta Kerja Memanas, Massa Sempat Lempar Botol ke Arah Polisi
Lebih lanjut, Angga menyampaikan RUU Cipta Kerja juga dapat memberi kemudahan dalam berusaha.
Dia berkata pelayanan dan perizinan yang lebih cepat karena RUU Cipta Kerja bisa menarik investasi.
"Kalau sekarang kita bicara pertumbuhan, kesejahteraan tanpa adanya suatu investasi itu membuka lapangan pekerjaan kan tidak mungkin kesejahteraan itu bisa terjadi," ucapnya.
Diketahui, RUU Omnibus Law Cipta Kerja saat ini masih dalam tahap pembahasan di DPR.
RUU tersebut masuk dalam 37 daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2020.