Eks Wakapolri Sebut Kasus Djoko Tjandra Adalah Persoalan Mental di Tubuh Birokrasi Penegak Hukum
Sebagai mantan Wakapolri, Adang mengamini istilah hukum 'tajam ke bawah lemah ke atas' sangat dirasakan di publik.
Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Legislator Komisi III DPR RI Adang Daradjatun menegaskan bahwa kasus Djoko Tjandra adalah persoalan mental di tubuh birokrasi penegak hukum.
"Saya pernah di birokrasi, di anggota dewan, merasakan sendiri masalah yang berhubungan dengan mental ini sangat menentukan masa depan bangsa," kata Adang yang juga eks Wakapolri, dalam Sarasehan Kebangsaan yang diadaka Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN PIM), Kamis (23/7/2020).
Sebagai mantan Wakapolri, Adang mengamini istilah hukum 'tajam ke bawah lemah ke atas' sangat dirasakan di publik.
Baca: Mantan Kepala BIN Sutiyoso Rupanya Pernah Telepon Djoko Tjandra: Kemungkinan Amat Kecil Dia Kembali
"Pada 1997-1998, saya sebagai Ketua Tim Reformasi Polri, jelas yang sampai saat ini terus bergerak dilakukan oleh pimpinan Polri tentang adanya perubahan instrumen sistem dan kultur," kata Adang.
Politisi PKS tersebut menekankan bahwa kasus Djoko Tjandra diibaratkan puncak gunung es, dan sejumlah aspek harus dibenahi
"Bicara tentang puncak gunung es, kita bicara soal mental ke depan, dan koordinasi di antara para oenabat penegak hukum, dan pimpinan negara memberikan dukungan dalam rangka penegakan hukum," pungkasnya.
Baca: Polri Bantah Hapus Red Notice Djoko Tjandra: Yang Hapus Itu Mabes Interpol di Prancis
Djoko Tjandra merupakan buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan hak tagih (cassie) Bank Bali yang saat ini sudah menjadi warga negara Papua Nugini.
Sebelumnya, Djoko pada Agustus 2000, didakwa oleh JPU Antasari Azhar telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali.
Namun, majelis hakim memutuskan Djoko lepas dari segala tuntutan karena perbuatannya tersebut bukanlah perbuatan tindak pidana melainkan perdata.
Djoko Tjandra mendaftarkan PK pada 8 Juni atas vonis dua tahun penjara yang harus dijalaninya.