PTUN Batalkan Pemecatan Komisioner KPU Evi Novida, Jokowi Wajib Cabut SK Pemberhentian Tidak Hormat
Gugatan Evi Novida terkait SK Pemberhentian dengan Tidak Hormat sebagai Komisioner KPU dikabulkan oleh PTUN.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Melalui surat keputusan (SK) yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik diberhentikan dengan tidak hormat.
SK tersebut tertanggal 23 Maret 2020 lalu.
Evi Novida merupakan anggota KPU masa jabatan 2017 hingga 2020.
Baca: BREAKING NEWS: Evi Novida Ginting Menangkan Gugatan Soal Pemecatan Sebagai Komisioner KPU RI
Kala itu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat Evi Novida sebagai Komisioner KPU.
Evi Novida dinilai telah terbukti melanggar kode etik dalam penyelenggaraan pemilu.
Dalam kasus ini, terkait dengan pencalonan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan Kalimantan Barat 6.
Kemudian, Jokowi mengeluarkan SK Nomor 34/P tahun 2020 megenai pemberhentian Evi Novida secara tidak terhormat.
Jokowi diketahui juga telah mengeluarkan keputusan presiden atau Keppres.
Meski demikian, kala itu Evi Novida tetap mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kini, diberitakan Kompas.com, PTUN mengabulkan seluruh gugatan Evi Novida.
Dalam putusan disebutkan Jokowi diminta untuk mencabut SK pemecatan tidak terhormat.
Sehingga SK Nomor 34/P tahun 2020 tersebut telah dinyatakan batal atau tidak sah.
Baca: Berkaca Kasus Evi Novida, KPU Usul Putusan MK Bersifat Final dan Mengikat dan Ditulis di UU
Baca: Sedang Berperkara di PTUN, Perludem Minta Presiden Tidak Segera PAW Eks Komisioner KPU Evi Novida
Selain itu, Jokowi juga diwajibkan untuk mengembalikan nama baik dari Evi Novida.
Serta mengembalikan posisi Evi Novida sebagai komisioner di KPU seperti semula.
Alasan Evi Novida Ajukan Gugatan
Masih dilansir Kompas.com, Evi Novida mengungkapkan alasannya saat mengajukan gugatan terkait SK Jokowi.
Ia merasa putusan dari DKPP cacat hukum dan tidak bisa ditoleransi.
Pasalnya sebelum menetapkan keputusan, DKPP tidak melakukan pemeriksaan terhadap pengadu maupun teradu.
Dijelaskan oleh Evi Novida sang pengadu yakni calon legislatif Partai Gerindra, Hendri Makaluasc telah mencabut gugatan di DKPP.
Sehingga, putusan DKPP terkait pemberhentian dirinya dianggap sudah cacat.
Bahkan Evi Novida menuturkan, Hendri Makaluasc tidak menyertakan alat bukti surat yang disahkan saat persidangan.
Evi Novida pun merasa ia tak pernah melakukan pelanggaran kode etik dalam penyelenggaraan pemilu 2019 lalu.
Evi Novida Harap Jokowi Tak Ajukan Banding
Setelah putusan dari PTUN keluar, Evi Novida mengaku lega dan bersyukur.
Apalagi seluruh permohonannya dalam gugatan tersebut dikabulkan oleh pihak pengadilan.
Evi Novida kini pun berharap semoga Jokowi tak mengajukan banding.
Sehingga beberapa poin dalam putusan PTUN bisa segera dilaksanakan.
Meskipun putusan dari PTUN belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Alhamdulillah ya dikabulkan seluruh permohonan," terang Evi Novida dilansir Kompas.com.
"Ya berharap demikian, dilaksanakan amar putusannya," lanjutnya.
Respon DKPP Terkait Putusan PTUN soal Pemecatan Evi Novida
DKPP sebagai yang mengeluarkan surat putusan pemecatan Evi Novida telah memberikan respon terkait putusan PTUN.
Disampaikan oleh Ketua DKPP, Muhammad menerangkan tindak lanjut dari putusan PTUN akan bergantung pada langkah Jokowi.
Baca: Dipecat Jokowi dari Komisioner KPU, Evi Novida Ajukan Upaya Administratif Keberatan
Baca: Ombudsman RI Menyayangkan Sikap DKPP Terkait Pemberhentian Eks Komisioner KPU Evi Novida
Muhammad mengatakan hal tersebut dikarenakan objek gugatan perkara merupakan SK dari Jokowi, bukan putusan DKPP.
Meski demikian, sampai saat ini SK dari Jokowi masih berlaku sampai putusan PTUN berkekuatan hukum.
Karena masih ada upaya hukum yang lain seperti banding dalam merespon putusan PTUN tersebut.
"Ya bergantung pada langkah presiden," jelas Muhammad dikutip dari Kompas.com, Kamis (23/7/2020).
"Objek gugatan adalah keputusan presiden, yang diputuskan PTUN adalah mengoreksi putusan presiden," tambahnya.
(Tribunnews.com/Febia Rosada, Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)