Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fadli Zon Beri 5 Alasan Mengapa POP Kemendikbud Harus Dihentikan

"Di atas kertas, konsepnya kelihatan bagus. Namun, konsep yang bagus saja terbukti tidaklah cukup," kata Fadli Zon

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Fadli Zon Beri 5 Alasan Mengapa POP Kemendikbud Harus Dihentikan
Tribunnews.com/Chaerul Umam
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta 

Di tahun ajaran baru ini, di mana-mana banyak siswa kita ternyata kesulitan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ), karena keterbatasan ekonomi, infrastruktur listrik dan telekomunikasi, serta sumber daya lainnya.

"Masalah ini menurut saya jauh lebih mendesak untuk dipecahkan Kemendikbud ketimbang program POP," ucap Fadli.

"Anggaran yang sangat besar itu sebaiknya digunakan untuk membantu siswa, guru, serta penyediaan infrastruktur, termasuk di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), agar kegiatan PJJ berjalan lancar dan semua siswa mendapatkan hak dalam menerima pembelajaran," lanjutnya.

Ketiga, proses seleksi bermasalah. Sejak awal, menurutnya, seleksi yang dilakukan Kemendikbud terbukti bermasalah.

"Saya membaca, awalnya ada organisasi besar sebenarnya tak ikut seleksi, tapi diminta untuk ikut oleh kementerian dua hari sebelum penutupan. Ini kan aneh dan sangat tidak profesional. Lalu, dalam proses seleksi administrasi, mereka sebenarnya juga tak lolos, tapi terus diminta ikut dan melengkapi persyaratan oleh panitia. Ada kesan organisasi massa besar diajak hanya untuk melegitimasi semata program ini," ujarnya.

Keempat, kementerian mengabaikan rekam jejak organisasi yang terlibat dalam program ini.

Menurut Fadli, basisnya hanya seleksi proposal melalui ‘blind review’, tanpa mengevaluasi latar belakang dan kompetensi organisasi pengusul.

Berita Rekomendasi

Mestinya, kata Fadli, para pejabat di Kemendikbud paham mereka bukan sedang menseleksi artikel jurnal, atau ‘beauty contest’ gagasan pendidikan, tapi menyeleksi program pemerintah, yang kunci keberhasilannya bukan hanya tergantung pada "bagaimana programnya", tapi juga pada "apa dan bagaimana organisasi pengusulnya".

"Jadi, objektivitas penilaian atas proposal seharusnya memang bukanlah kriteria satu-satunya dalam seleksi program POP. Terbukti, ada problem etis yang sangat mengusik sesudah identitas para pengusul proposal dibuka," kata Fadli.

Kelima, ada dugaan conflict of interest. Fadli mengatakan lolosnya Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation sebagai organisasi penggerak bukan hanya bermasalah secara etis, mengingat dua lembaga itu punya afiliasi dengan perusahaan swasta besar, tapi juga diduga ada conflict of interest.

Beberapa pejabat atau orang dekat Mendikbud diketahui pernah punya afiliasi dengan dua lembaga yang saat ini banyak dipersoalkan masyarakat.

Fadli menyebut seorang Dirjen yang baru saja diangkat, misalnya, diketahui pernah bekerja di Sampoerna University dan juga Tanoto Foundation.


Begitu juga dengan salah satu Staf Khusus Menteri, diketahui pernah bekerja sebagai corporate manager di PT HM Sampoerna. Ini tentu saja sangat mengusik kita.

Baca: Legislator PAN Dukung Sikap NU, Muhammadiyah dan PGRI Mundur dari POP Kemendikbud

"Jadi, dengan lima catatan tadi, saya kira program tersebut sebaiknya dihentikan, bukannya diteruskan dengan tambahan evaluasi. Keluarnya Muhammadiyah, NU dan PGRI cukup jelas sudah mendeligitimasi program POP," ujarnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas