Kejagung Periksa Dirjen Bea dan Cukai Terkait Kasus Impor Tekstil
Kasus ini bermula dari penemuan 27 kontainer milik PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) di Pelabuhan Tanjung Priok.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Kejaksaan Agung memeriksa Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi terkait impor tekstil pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai tahun 2018-2020, Selasa (28/7/2020).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, penyidik memeriksa Heru untuk mendalami prosedur impor barang dari luar
negeri, khususnya terkait tekstil dari India.
Selain itu, penyidik juga menggali keterangan Heru terkait perbuatan yang diduga dilakukan para tersangka.
“Serta mencari fakta apakah yang dijalankan para tersangka sudah sesuai aturan dan apakah saksi sebagai top management mengetahui tentang perbuatan atau tata cara yang dilaksanakan oleh para tersangka,” ungkap Hari melalui keterangan tertulis, Selasa.
Baca: Kejaksaan Agung Kembali Raih Predikat WTP
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan lima tersangka.
Para tersangka terdiri dari, Kepala Seksi Pelayanan Pabean dan Cukai (PPC) I pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Batam Haryono Adi Wibowo, Kepala Seksi PPC II KPU Bea dan Cukai Batam Kamaruddin Siregar, dan Kepala Seksi PPC III KPU Bea dan Cukai Batam Dedi Aldrian.
Tersangka lainnya yaitu Kepala Bidang Pelayanan Kepabeanan dan Cukai KPU Bea Cukai Batam periode 2017-2019, Mukhammad Muklas.
Terakhir, pemilik PT Fleming Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) Irianto.
Dalam kasus ini, penyidik telah menyita sejumlah barang bukti, misalnya gudang milik PT FIB dan PT PGP.
Sementara itu, kerugian negara dari kasus ini masih dalam penghitungan.
Kasus ini bermula dari penemuan 27 kontainer milik PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) di Pelabuhan Tanjung Priok, pada 2 Maret 2020.
Namun, setelah dilakukan pengecekan, jumlah dan jenis barang dalam kontainer tidak sesuai dengan dokumen.
Dalam dokumen, kain-kain yang diangkut seharusnya berasal dari India. Namun ternyata, kain-kain tersebut berasal dari China dan tidak pernah singgah di India.
Kontainer berisi kain jenis brokat, sutra dan satin berangkat dari titik awal yaitu Hongkong.
Muatan kemudian dipindahkan tanpa pengawasan otoritas berwajib di Batam.
Kontainer yang sama kemudian diisi dengan kain yang lebih murah, yaitu kain polyester, dan diangkut dengan kapal yang berbeda ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.