Alasan-alasan Adanya Pejabat Publik yang Inginkan Sistem Dinasti Politik
Tak pelak hal ini akan membuat kesempatan bagi orang lain untuk maju terhambat dan yang memegang kendali
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo mengungkap alasan-alasan pejabat publik memerlukan dan membutuhkan sistem dinasti politik.
Salah satunya adalah untuk mempertahankan kekuasaan atau regenerasi.
Dimana banyak fasilitas yang pejabat publik dapatkan nantinya juga menjadi menggiurkan.
"Kekuasaan itu 'kue' yang semua orang suka. Undang-undang membatasi 5 tahun, kemudian hanya dua periode atau dengan kata lain 10 tahun.
Maka diakali nanti istrinya yang maju, anaknya yang maju, iparnya, adiknya, seperti itu," ujar Yudi, dalam diskusi daring 'Refleksi menuju 75 tahun Kemerdekaan Indonesia : Sudahkah Kita Merdeka dari Korupsi dan Dinasti Politik?', Kamis (30/7/2020).
Baca: KPK Akhirnya Tahan Orang Kepercayaan Bupati Malang Rendra Kresna
Tak pelak hal ini akan membuat kesempatan bagi orang lain untuk maju terhambat dan yang memegang kendali orangnya itu-itu saja.
Alasan lain yaitu kesolidan sistem agar korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) lancar.
Menurut Yudi korupsi adalah kejahatan yang tidak dilakukan sendiri.
Karenanya ketika orang-orang atau yang menempati posisi penting tak berganti, maka KKN akan semakin lancar dilakukan.
"Korupsi adalah kejahatan yang bersama-sama. Artinya harus dilakukan mulai dari hulu sampai hilir.
Tidak mungkin hanya bisa sebagian saja," kata dia.
Baca: Ketua Wadah Pegawai KPK: Indonesia Lebih Kenal Politik Kekerabatan Ketimbang Politik Dinasti
Ketakutan terbongkarnya korupsi juga menjadikan pejabat publik memerlukan sistem dinasti politik.
Ketika posisinya digantikan oleh orang yang bukan kerabat, ketakutan aksi korupsinya terbongkar akan bertambah.