Mengenang Ajip Rosidi Sang Pujangga
Sastrawan kelahiran Jatiwangi, Majalengka, Ajip Rosidi meninggal, Rabu (29/7/2020) malam pukul 22.20 WIB di RSUD Tidar, Kota Magelang.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG - Bangsa Indonesia kembali kehilangan putra terbaiknya dalam bidang kesusastraan.
Setelah kepergian penyair liris Sapardi Djoko Damomo pada Juli ini, kini sastrawan Ajip Rosidi meninggalkan kita.
Sastrawan kelahiran Jatiwangi, Majalengka, ini meninggal, Rabu (29/7/2020) malam pukul 22.20 WIB di RSUD Tidar, Kota Magelang.
Jenazah langsung dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Kamis (30/7/2020) pagi pukul 11.00.
Baca: Profil Lengkap Ajip Rosidi, Sastrawan Indonesia yang Tutup Usia setelah Jalani Perawatan Intensif
Isak tangis mewarnai kepergian sang pujangga, di antaranya istri keduanya yang juga artis terkenal, Nani Wijaya.
Nani Wijaya duduk di kursi di depan keranda jenazah bersama keluarga.
Sesekali ia menyeka air mata dengan tisue.
Para pelayat membacakan Al Fatihah kepada almarhum, mendengarkan tausyiah, dan sambutan kepergian almarhum.
Puluhan santri dari pondok pesantren Pabelan datang memberikan doa dan menyalati jenazah Ajip Rosidi.
Baca: Ajip Rosidi Meninggal Dunia, Cahya Kamila Mintakan Maaf Atas Segala Dosanya
Kemudian pelayat dan tokoh masyarakat, seniman, dan kalangan lain, ikut menyalati jenazah di dalam rumah duka.
Titis Nitiswari, putri Ajip, mengungkap alasan ayahnya dimakamkan di Pabelan, Magelang.
Menurutnya tempat tempat tersebut merupakan tempat almarhum tinggal dan menulis di sisa akhir hayat.
Semula, ia membangun perpustakaan di lahan yang terdapat mata air tersebut, selepas ia pulang dan pensiun mengajar dari Jepang.
Kemudian disusul rumah dan isinya.
"Kenapa dimakamkan di sini, di Pabelan, Magelang? Karena Bapak memang tinggal di sini. Waktu Bapak pulang dari Jepang, ia memutuskan tinggal di Pabelan. Ia membangun perpustakaan, dan menaruh 30 ribu judul buku yang dibawanya dari Jepang. Kata beliau, yang penting saya bikin perpustakaan dulu. Kalau tidur, saya masih bisa di masjid. Setelah itu dibangun perpustakaan dan lainnya," kata Titis, saat ditemui di rumah duka, Kamis (30/7/2020).
Baca: Siang Ini Sastrawan Ajip Rosidi, Suami Aktris Nani Wijaya Dimakamkan di Pabelan Magelang
Titis mengatakan, ayahnya masuk rumah sakit sejak Kamis (23/7/2020).
Ajip memang menderita beberapa penyakit akhir-akhir ini, antara lain jantung dan kanker, sehingga perlu perawatan intensif di rumah sakit Tidar, Magelang.
"Bapak ada kanker, sehingga harus pemeriksaan semua. Selain kanker, ada jantung dan darah tinggi. Sabtu itu ternyata memungkinkan untuk operasi, sehingga diputuskan operasi pada hari Sabtu. Setelah operasi, ia dibawa ke kamar bangsal," tutur Titis.
Sedang Menulis Roman
Ajip Rosidi termasuk sastrawan yang tidak kenal lelah dan tak kenal menyerah dalam mendedikasikan hidupnya pada kesusastraan, baik Indonesia maupun daerah, terutama Sunda.
Bahkan di usianya yang lanjut, ia masih menulis dan menerbitkan buku.
Dadan Sutisna, sastrawan Sunda yang paling dekat dengan Ajip di masa tuanya, mengatakan, Ajip pernah terjatuh dua kali.
Ia terjatuh di rumahnya saat menuju komputer untuk melanjutkan menulis roman.
Sastrawan lainnnya, Etti RS, juga mengatakan hal yang sama.
"Roman yang ditulis Kang Ajip belum selesai, tapi sudah banyak halaman yang ditulisnya. Awalnya ia menulis sendiri, namun setelah terjatuh, dituliskan oleh anaknya, Titis," kata Etti RS yang pernah mendapat hadiah sastra Rancage untuk kumpulan sajaknya "Maung Bayangan".
Baca: Sastrawan dan Budayawan Ajip Rosidi Meninggal Dunia Usai Operasi Pendarahan Otak
Karya-karya Ajip Rosidi, baik novel, kumpukan sajak, esey sudah tak terhitung jumlahnya.
Ajip menulis dalam dua bahasa.
Pria kelahiran Jatiwangi 1938 ini tak pernah memiliki ijazah dalam hidupnya, tapi sangat sukses dengan karier kepenulisannya.
Dalam hidupnya, secara ekonomi Ajip tidak keurangan.
Di rumahnya, baik di Jakarta maupun di Pabelan, banyak lukisan karya pelukis terkenal, seperti karya Affandi, Sudjojono, Nashar, Yus Rusamsi, Hendra Gunawan, dan yang mutakhir Tisna Sanjaya.
Meskipun tak berijazah, Ajip sangat dihormati para guru besar baik di Indonesia maupun mancanegara.
Ahli sastra Indonesia, Prof Teuew dari Universitas Leiden, Belanda dan Prof Mikihiro Morriyama, dari Nanjan University, Jepang di antara dua orang yang menghornati reputasi Ajip Rosidi.
Hal itu antara lain karena Ajip berjasa mendirikan Pusat Studi Sunda berserta jurnalnya, sebuah lembaga kajian ilmiah mengenai kebudayaan Sunda.
Selain membangun rumah dan perpusatakaan di Mungkid, Pabelan, Ajip juga membangun perpustakaan tiga lantai dan sangat luas di Jalan Garut, Kota Bandung.
Perpustakaan tersebut menjadi tempat diskusi para seniman dan penulis di Kota Bandung, termasuk Rayani Massardi, istri penyair Noorca M Massari pernah meluncurkan buku di sekira 2019.
Local Genius
Kalau dipetakan pemikiran kebudayaan di Indonesia ini ada dua kutub, yaitu kutub Armijn Pane yang mengarahkan kebudayaan pada kearifan timur beserta local geniusnya, sementara Sutan Takdir Alisyahbana mengarahkan kebudayaan pada barat berserta modernisasinya, terutama penguasaan ilmu dan bahasa Inggris.
Ajip bisa dibilang ada di kutub Armijn Pane.
Hal itu dibuktikan dengan dedikasinya mendirikan Yayasan Rancage yang sudah 30 tahun rutin tiap tahun memberikan hadiah sastra Rancage kepada para penulis berbahasa daerah, seperti bahasa Sunda, Jawa, Bali dan Lampung.
Di kalangan penulis sepakat, sosok Ajip Rosidi sulit tertandingi siapa pun.
Ia tak sekadar mempunyai gagasan, tapi sekaligus mampu merealisasikannya sebagai bukti kesungguhan.
Jejaknya dalam khasanah sastra Indonesia bukan sekadar tulisan kreatifnya, tapi jasanya dalam mengelola penerbitan buku.
Pustaka Jaya, hingga sekarang masih ia kelola.
Publik sastra pasti tahu bagaimana reputasi Pustaka Jaya dalam menerbitkan buku sastra, baik karya penulis Indonesia maupun terjemahan.
Pustaka Jaya selalu menerbitkan karya sastra kelas dunia, seperti karya Chekov, Tolstoy, Hemingway, Steinbeck dan penulis kelas nobel lainnya.
Ajip kini sudah tiada. Ia dimakamkan di samping makam istri pertamanya, Patimah, di komplek pemakaman keluarga yang tak jauh dari rumahnya di Jati Niskala, Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Ia tutup usia di usia 82 tahun.
Istri pertamanya, meninggal enam tahun lalu, tepatnya 14 Oktober 2014 silam.
Menurut Titis, Ajip tinggal di Pabelan sekitar tahun 2000.
Setelah ia pensiun mengajar di Jepang, ia memutuskan tinggal di rumah di tengah persawahan.
Rumah di Pabelan menjadi tempatnya menulis dan beristirahat menikmati masa tua.
Tempat ini sekaligus menjadi tempat peristirahatannya yang terakhir.(rendika/cecep/tribunnetwork/cep)