Ini 13 Warga Indonesia yang Beruntung Bisa Tunaikan Ibadah Haji 2020 di Tanah Suci
Menteri Agama Fachrul Razi Razi mengatakan, kuota jemaah haji 2020 untuk Indonesia ada 221.000 orang.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Agama (Kemenag) Oman Fathurrahman membenarkan ada 13 WNI menjadi jemaah haji 2020.
Ia menyebut, ke-13 WNI tersebut tinggal di Arab Saudi, bukan berangkat dari Indonesia.
"Bukan berangkat dari Indonesia, mereka tinggal di sana (Arab Saudi). Kan tidak bisa berangkat dari Indonesia. Semuanya yang di sana itu mereka yang memang tinggal di sana," ujar Oman saat dihubungi, Kamis (30/7/2020).
Ia menjelaskan, para WNI yang menjadi jemaah haji itu bekerja di Arab Saudi.
"Iya WNI, kan ada yang sebagai guru di sekolah di Riyadh."
"Kemudian ada yang perawat, itu semuanya yang ada di sana. Bukan yang dari Indonesia."
"Memang kesehariannya di sana. Sebagai mukimin (orang yang bermukim di daerah itu) istilahnya," lanjut Oman.
Baca: Arab Saudi Pastikan Tak Ada Jemaah Haji Terpapar Covid-19
Konsul Haji KJRI Jeddah Endang Jumali mengungkapkan, ke-13 WNI itu berasal dari Riyadh (1), Madinah (2), Yanbu' (1), Makkah (4), Jeddah (4), dan Al Khobar (1).
Mereka adalah Muhammad Wahyu, Endan Suwandana, Ahmad Sujai, Huda Faristiya, Abdul Muhaemin, Siri Marosi, Muhammad Toifurrahman, Ata Farida, Eni Wahyuni, Irma Tazkiya, M Zulkarnain, Ali Muhsin Kemal, dan Akram Hadrami.
"Waktu Subuh tadi di Saudi, 29 Juli 2020, mereka sudah mengambil miqat di Qarnul Manazil (Thoif). Selanjutnya mereka melakukan Thawaf Qudum di Masjidil Haram," tutur Endang.
Mereka menginap di Mina untuk menjalani Tarwiyah, lalu bertolak ke Arafah pada pagi harinya
"Di Arafah, mereka akan menggunakan tenda wilayah negara-negara Arab."
"Di Mina, mereja menggunakan Hotel Abroj Mina yang berada di dekat Jamarat."
"Perjalanan jemaah Indonesia menggunakan bus dari perusahaan Saptco dan Samaya," jelas Endang.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama tahun ini memutuskan tidak mengirimkan jemaah haji di tengah pandemi Covid-19 yang melanda hampir di seluruh dunia.
Pemerintah Raja Salman pun membuka kesempatan haji terbatas, dengan peserta hanya 1.000 orang, di mana 70 persen ekspatriat dan 30 persennya warga Arab Saudi.
Penyelenggaraan ibadah haji tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, lantaran merebaknya Covid-19.
Saat pelaksanaan ibadah, semua jemaah wajib memperhatikan protokol kesehatan seperti menjaga jarak antara jemaah.
Kementerian Haji Arab Saudi diketahui juga mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan seperti masker dan spray wajah, serta menyiagakan pasukan kesehatan dan keamanan.
Sementara, Ketua DPR Puan Maharani mengaku prihatin karena para umat muslim di seluruh dunia, terutama Indonesia, tidak bisa berangkat dan melaksanakan ibadah haji seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Saya ikut merasakan kesedihan saudara-saudara kita yang tidak bisa berangkat haji tahun ini."
"Namun kita tidak boleh mengabaikan kesehatan dan keselamatan."
"Kita belajar keikhlasan dan kepasrahan Nabi Ibrahim ketika menerima kehendak Allah SWT," ujar Puan lewat keterangan tertulis, Jumat (31/7/2020).
Puan berharap tahun depan ibadah haji kembali bisa dilaksanakan normal seperti sedia kala.
Dia juga akan memperjuangkan dan mengingatkan pemerintah agar warga yang gagal berangkat tahun ini dapat berangkat ibadah haji pada tahun depan.
"Insyaallah tahun depan ibadah haji bisa dilaksanakan, sehingga mereka-mereka yang tahun ini gagal melaksanakannya akan dapat berangkat."
"DPR RI akan terus mengingatkan pemerintah agar ada rencana matang dan yang memberi rasa keadilan dalam keberangkatan haji tahun depan," imbuh Puan.
Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan, Arab Saudi tak membuka akses bagi jemaah haji, imbas pandemi Covid-19.
Atas kondisi itu, pemerintah membatalkan keberangkatan jemaah haji 2020.
Fachrul Razi menyampaikan, keputusan ini cukup berat, karena ibadah haji memang rutin dilakukan.
Dalam undang-undang, pemerintah wajib menyelenggarakan haji dan menjamin keamanan kesehatan jemaah.
"Pihak Pemerintah Arab Saudi tak kunjung membuka akses bagi jemaah haji dari negara mana pun."
"Akibatnya pemerintah tak punya cukup waktu untuk persiapan," kata Fachrul Razi, Selasa (2/6/2020).
Fachrul Razi menyampaikan, pada 26 Juni 2020 merupakan keberangkatan pertama calon jemaah haji asal Indonesia.
Pemerintah melihat kondisi ini tidak cukup waktu untuk mempersiapkan perlindungan jamaah.
Sehingga, atas kondisi ini Kementerian Agama juga telah melakukan konsultasi ke MUI untuk mendapatkan pandangan keagamaan terkait pembatalan keberangkatan jemaah haji di masa pandemi.
"Berbagai situasi ini menjadi pertimbangan penting dalam memutuskan kepastian haji 2020."
"Kita juga komunikasi dengan mitra kami di Komisi VIII DPR terkait perkembangan ini," katanya.
Menurut Fachrul Razi, pembatalan keberangkatan jemaah haji ini berlaku untuk semua warga Indonesia, baik yang mengikuti kuota haji pemerintah, maupun yang memiliki visa haji khusus yang dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi.
"Ini berlaku untuk semua warga Indonesia."
"Maksudnya pembatalan itu tidak hanya untuk kuota haji pemerintah, baik reguler maupun khusus."
"Tapi juga jemaah yang mengunakan visa haji mujamalah atau undangan ataupun visa khusus," ujarnya.
Kurang lebih ada 221 ribu calon jemaah haji asal Indonesia yang batal melaksanakan ibadah haji tahun ini.
Menteri Agama Fachrul Razi Razi mengatakan, kuota jemaah haji 2020 untuk Indonesia ada 221.000 orang.
Jumlah ini terdiri dari 203.320 kuota haji 2020 reguler dan 17.680 kuota haji khusus.
"Pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan ibadah haji pada penyelenggaraan ibadah tahun 1441 H atau tahun 2020," kata Fachrul Razi, Selasa (2/6/2020).
Dengan adanya pembatalan itu, Fachrul Razi memastikan 221.000 calon jemaah haji gagal berangkat ke Tanah Suci pada tahun ini.
Meski begitu, Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) tahun 2020 akan dikembalikan kepada calon jemaah haji.
"Nilai manfaat diberikan kembali kepada mereka berdasarkan pelunasan BPIH."
"Setoran juga dapat diminta kembali kalau dia butuhkan."
"Silakan dan kami dukung dengan sebaik-baiknya," kata Fachrul Razi.
Namun, jika jemaaah haji dan reguler tidak meminta uang BPIH dan telah melunasi biaya perjalanan haji tahun ini, maka mereka akan menjadi jemaah haji tahun 2021.
"Seiring keluarnya pembatalan jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi BPIH tahun ini akan menjadi jemaah haji 2021 Masehi mendatang," jelasnya.
Menurut Fachrul Razi, Setoran BPIH yang telah dibayarkan akan disimpan dan dikelola oleh Badan Pengelola Ibadah Haji (BPIH).
Nilai manfaatnya akan diberikan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
"Setoran BPIH yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola terpisah oleh badan pengelola haji."
"Nilai manfaat BPIH kepada jemaah haji paling lambat 30 hari pemberangkatan awal 2021 Masehi," katanya.
Fachrul Razi menggarisbawahi, pemanfaatan ini diberikan perorangan karena pelunasan BPIH tak sama.
Karena, paling rendah Rp 6 juta seperti jemaah di Aceh dengan uang muka Rp 25 juta, paling tinggi Rp 16 juta dari Makassar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.