Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tangkap Djoko Tjandra, Kabareskrim Listyo Sigit Dinilai Layak Jadi Kapolri Gantikan Idham Azis

Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo dinilai layak menjadi Kapolri masa depan menggantikan Idham Aziz yang sebentar lagi pensiun.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Tangkap Djoko Tjandra, Kabareskrim Listyo Sigit Dinilai Layak Jadi Kapolri Gantikan Idham Azis
Wartakotalive.com/Rangga Baskoro
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo saat memberikan keterangan pers usai kedatangan Djoko Tjandra di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (30/7/2020). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo, dinilai layak menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Kapolri.

Seperti diketahui, Kapolri Jenderal Idham Azis akan memasuki masa pensiun.

Hal tersebut disampaikan oleh Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI.

"Saya mengatakan dia (Kabareskrim) layak menjadi Kapolri," kata Boyamin Saiman dalam wawancara dengan Kompas TV pada Kamis (30/7/2020) malam.

Boyamin menjelaskan, kasus pelarian Djoko Tjandra yang melibatkan pejabat di Bareskrim disebut-sebut untuk menghantam Kabareskrim karena persaingan untuk jabatan Kapolri.

Lantaran kasus tersebut, Listyo Sigit dianggap tak layak menjabat Kapolri karena dinilai gagal mengantisipasi bawahannya yang turut bermain membantu buronan.

Nyatanya, hal itu dijawab dengan keberanian Listyo Sigit yang menetapkan anak buahnya di Bareskrim, yakni Brigjen Prasetijo Utomo sebagai tersangka karena terlibat membantu pelarian Djoko Tjandra.

Berita Rekomendasi

Selain itu, menurut Boyamin, Kabareskrim dianggap sudah lulus ujian karena berhasil menangkap Djoko Tjandra, yang sudah 11 tahun melarikan diri.

"Saya fair saja, jika kasus ini dijadikan untuk menghantam Kabareskrim jadi Kapolri, saya mengatakan sebaliknya, dia layak jadi Kapolri," ujar Boyamin.

Atas keberhasilan itulah, Boyamin menyambut gembira tertangkapnya Djoko Sugiarto Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra pada Kamis (30/7/2020).

Menurut Boyamin, penangkapan Djoko tersebut mengobati rasa malu yang dialami oleh rakyat Indonesia.

"Berkaitan dengan Djoko Tjandra tertangkap, saya ya gembira bersama seluruh rakyat Indonesia karena apapun ini menjadikan rasa sakit, rasa malu ini terobati karena sekarang tertangkap," ucap Boyamin.

Boyamin pun mengapresiasi upaya Polri hingga akhirnya berhasil membawa Djoko kembali ke Indonesia.

Ia berharap agar Djoko Tjandra dapat terbuka terkait dugaan suap dan gratifikasi selama proses pelariannya.

Menurut Boyamin, bukan tidak mungkin ada nama-nama baru yang ditetapkan sebagai tersangka terkait pelarian Djoko, selain Brigjen Polisi Prasetijo Utomo dan Anita Kolopaking.

"Nanti juga bisa merambah ke mana-mana kalau ada dugaan suap dan gratifikasi kepada oknum-oknum aparat itu dan tidak hanya yang dua tersangka ini, bisa merambah ke mana-mana," kata Boyamin.

Kasus Djoko Tjandra bermula ketika Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat, seperti diberitakan Harian Kompas, 24 Februari 2000.

Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar.

Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut.

Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. MA menerima dan menyatakan Djoko Tjandra bersalah.

Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini.

Djoko Tjandra kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012.

Namun, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.

Profil Irjen Listyo Sigit Prabowo

Dilansir TribunnewsWiki.com, Irjen Listyo Sigit Prabowo merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) angkatan 1991.

Listyo Sigit juga diketahui merupakan lulusan S2 Universitas Indonesia (UI), dengan judul tesis tentang penanganan konflik etnis di Kalijodo, Jakarta.

Ia diketahui pernah menjabat sebagai Kapolres Pati pada 2009.

Setahun kemudian, ia diamanahi sebagai Kapolres Sukoharjo.

Selain itu, Listyo Sigit juga pernah menjabat sebagai Wakapoltabes Semarang.

Listyo Sigit kemudian mengisi jabatan sebagai Kapolrestabes Surakarta pada 2010-2012.

Listyo Sigit lanjut mengisi jabatan sebagai Kepala Subdirektorat II Direktur Pidana Umum Bareskrim Polri pada 2012.

Di tahun berikutnya, Listyo Sigit menduduki jabatan sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Tenggara.

Ketika Presiden Joko Widodo memenangkan Pilpres pada 2014, Listyo Sigit kemudian diangkat menjadi ajudan presiden.

Selama dua tahun menjadi Ajudan Presiden Jokowi, Listyo Sigit Prabowo langsung naik pangkat dari komisaris besar menjadi brigadir jenderal dan diberikan jabatan Kapolda Banten.

Listyo Sigit juga pernah memperoleh penolakan ulama saat dimutasi menjadi Kapolda Banten.

Saat itu Ulama dan MUI se-Banten terang-terang menyatakan penolakan Kombes Listiyo Sigit sebagai Kapolda Banten.

Bahkan sejumlah ulama Banten mendatangi Mabes Polri, meminta Kapolri agar Kapolda Banten tidak dijabat oleh non muslim, mengingat mayoritas warga Banten adalah Muslim.

Namun Polri dan Listyo Sigit Prabowo tak mundur dan bahkan Listyo Sigit mendatangi para ulama untuk menyampaikan tugasnya.

Listyo Sigit menjabat sebagai Kapolda Banten selama dua tahun, yaitu dari 2016 hingga 2018.

Pada 2018, Listyo Sigit diangkat menjadi Kadiv Propam menggantikan Irjen Martuani Sormin, yang ditugaskan sebagai Kapolda Papua.

Tidak hanya itu, Listyo Sigit juga mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Inspektur Jenderal Polisi.

Dilansir Kompas.com, saat menjabat Kapolresta Surakarta, Irjen Listyo Sigit pernah menangani kasus bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Kepunton, Solo, Jawa Tengah.

Listyo Sigit diketahui memiliki kedekatan dengan Wali Kota Solo saat itu, Joko Widodo.

Sehingga saat Presiden Joko Widodo terpilih menjadi presiden di tahun 2014, Listyo pun diangkat sebagai ajudan presiden.

Jokowi memilih orang yang pernah dekat dengannya untuk memastikan kerjanya berjalan optimal.

(Kompas TV/TribunnewsWiki.com/Kompas.com)

Sumber: Kompas TV
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas