Model Pendidikan Partisipatif dan Memerdekakan Harus Didorong
Alternatif Susilo Adinegoro menilai apapun terobosan untuk melibatkan masyarakat dalam pendidikan patut diapresiasi.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan masyarakat harus terus mendorong model pendidikan partisipatif dan memerdekakan anak.
Pesan ini disampaikan Jaringan Pendidikan Alternatif, sebuah organisasi cair berisi para individu, komunitas, dan penyelenggara pendidikan alternatif.
Program Organisasi Penggerak (POP) dan Program Guru Penggerak (PGP) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dinilai menjadi bagian dari inisiasi untuk menciptakan pendidikan yang selaras dan sesuai kebutuhan lingkungan dengan banyak ragam model yang ditawarkan kepada anak.
Koordinator Jaringan Pendidikan Alternatif Susilo Adinegoro menilai apapun terobosan untuk melibatkan masyarakat dalam pendidikan patut diapresiasi.
Pendiri Sanggar Anak Akar yang fokus mendidik anak jalanan dan korban gusuran ini menilai, setidaknya terdapat tiga tujuan POP dan PGP sehingga masyarakat perlu memberi dukungan.
Baca: E-learning Dibutuhkan untuk Solusi Pendidikan di Tengah Pandemi Covid-19
Pertama, program tersebut membuka ruang masyarakat terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga tercipta budaya pembelajaran partisipatif.
“Program ini dilandasi semangat holobis hontul baris. Gotong royong yang menempatkan pendidikan sebagai gerakan kebudayaan,” kata Susilo kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Kedua, program ini memacu para guru menjadi makhluk pembelajar dan bertumbuh bersama. Ketiga, melalui organisasi penggerak atau guru penggerak diharapkan mampu mendapatkan perspektif baru tentang pendidikan.
Susilo menjelaskan, ketiga tujuan itu dapat dicapai dengan syarat semua pihak yang terlibat berorientasi pada kepentingan terbaik anak. Anak atau siswa harus ditempatkan sebagai subjek, bukan lagi objek pendidikan.
Apalagi, siswa adalah individu otonom, unik dan pribadi yang merdeka. Pendidikan harus menjadi upaya memerdekakan siswa sehingga tumbuh menjadi manusia kritis, kreatif, mandiri, serta bertanggungjawab pada lingkungannya.
Syarat berikutnya, para penggerak juga harus mau berubah dan terus belajar.
“Sebagai penggerak dituntut rendah hati. Ini syarat mutlak. Kendalanya tentu banyak. Saya membayangkan yang akan terjadi di lapangan, kendalanya mengubah cara berpikir lama memasuki budaya baru,” tegas Susilo.
Menurut Susilo, sebagai gerakan masyarakat yang difasilitasi pemerintah, berbagai program ini perlu dipikirkan mekanisme dan manajemennya sehingga dapat berkelanjutan.
Proses edukasi juga harus terus dilakukan demi mengurangi kesalahpahaman akibat masyarakat belum terbiasa dengan perubahan yang menyentak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.