Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kinerja Semester I Dirasa Tak Efektif, ICW Nilai Dewas Tak Dibutuhkan KPK

Setidaknya ada empat catatan yang diberikan ICW untuk Dewas KPK. Pertama, dewas disebut produk hukum tidak tepat sasaran.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Kinerja Semester I Dirasa Tak Efektif, ICW Nilai Dewas Tak Dibutuhkan KPK
Tangkapan Layar Kompas TV
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) telah merilis hasil kinerja selama semester I tahun 2020. Atas capaiannya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai 'pengawas' KPK itu belum bekerja secara efektif.

"Sehingga hal ini sekaligus membuktikan bahwa keberadaan lembaga tersebut sebenarnya tidak dibutuhkan di KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (6/8/2020).

Setidaknya ada empat catatan yang diberikan ICW untuk Dewas KPK. Pertama, dewas disebut produk hukum tidak tepat sasaran.

Baca: Djoko Tjandra Ditangkap, ICW: Momentum Jokowi Evaluasi Kerja Lembaga Hukum

Sebagaimana tertera dalam Pasal 37 B UU 19/2019, Kurnia mengingatkan, bahwa salah satu tugas dari dewas adalah menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK. Namun, pada faktanya, menurut dia, dewas hanya membuat satu kode etik yang mencakup subjek pimpinan sekaligus pegawai KPK.

"Tentu ini penting untuk dikritisi bersama, sebab potensi abuse of power yang paling besar ada pada level pimpinan. Untuk itu, dewas sebaiknya membedakan kode etik diantara keduanya," ujar Kurnia.

Kedua, Dewas KPK dinilai abai dalam melihat dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK Firli Bahuri.

Baca: Tak Sekadar Copot, ICW Desak Kejagung Pecat Jaksa Pinangki

Berita Rekomendasi

Pada akhir Januari lalu diketahui bahwa salah satu penyidik KPK yang bertugas untuk menangani perkara suap pergantian antarwaktu anggota (PAW) DPR RI, Kompol Rossa Purbo Bekti, dikembalikan paksa oleh Firli Bahuri ke Polri.

Padahal Rossa belum masuk dalam minimal batas waktu bekerja di KPK dan proses pengembalian tersebut juga tanpa adanya persetujuan dari pimpinan instansi asal. Bahkan Kompol Rossa sendiri juga diketahui tidak pernah melanggar etik saat sedang bekerja di KPK.

"Tentu harusnya kejadian ini dapat dijadikan pemantik bagi dewas untuk memproses dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh ketua KPK," tegas Kurnia.

Baca: KPK Periksa Seorang Terpidana Suap dan Ibu Rumah Tangga Terkait Kasus Eks Sekretaris MA Nurhadi

Ketiga, dewas disebut membiarkan simpang siur informasi terkait pemberian izin penggeledahan.

Kurnia mengatakan, penanganan perkara yang melibatkan mantan calon legislatif asal PDIP Harun Masiku dan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan menyisakan banyak persoalan. Salah satunya terkait dengan isu penggeledahan kantor DPP PDIP.


"Dalam hal ini terdapat silang pendapat antara pimpinan KPK dan dewas," ujar Kurnia.

Diketahui pada pertengahan Januari lalu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebutkan bahwa pimpinan telah mengirimkan surat izin penggeledahan kantor DPP PDIP ke dewas, namun permintaan tersebut tidak kunjung ditindaklanjuti.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas