Akademisi Dukung Pemangkasan Izin dalam RUU Cipta Kerja
"Izin-izin itu dipangkas. Nanti satu pintu via BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Saya sepakat itu," katanya saat dihubungi
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi, sepakat dengan semangat penyederhanaan izin dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja ( RUU Cipker).
Menurutnya, pangkal yang berbelit-belitnya proses birokrasi membuat investasi tersendat.
Baca: Kadin: Kemudahan Investasi Asing via RUU Cipta Kerja Genjot Industrialisasi
"Izin-izin itu dipangkas. Nanti satu pintu via BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Saya sepakat itu," katanya saat dihubungi, Senin (10/8/2020).
Kebijakan yang berlaku saat ini, ungkapnya, sangat birokratis dan menghambat investasi.
Dia mencontohkan dengan proses pendirian agroindustri.
"Pernah ada orang mau investasi bawang putih dan bawa bibit dari China, untuk masuk melalui Karantina itu prosedurnya berbelit-belit," ungkapnya.
"Memang setiap plasma nuftah harus ketat, tapi harus jelas, seperti sampel berapa hari selesai. Jangan alasan au-au, jadinya seminggu lebih, 14 hari," sambung dia.
Prisma pun mengapresiasi dengan adanya kewajiban bagi investor untuk melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal dalam RUU Cipta Kerja.
Namun, disarankan ada koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah (pemda) sebelum investasi dilakukan.
Dirinya mendorong demikian agar investasi yang akan dilakukan berkesesuaian dengan kompetensi.
Sehingga, sumber daya manusia (SDM) setempat terserap sebagai tenaga kerja.
"Pengawasan amdal (analisis dampak lingkungan) juga harus dilakukan di lapangan. Hukum jangan tebang pilih," tegasnya.
Keberadaan RUU Cipta Kerja, tambahnya, kelak bakal berdampak terhadap pertumbuhan agroindustri.
Pangkalnya, akan mendorong peningkatan tenaga kerja dan mendongkrak konsumsi pangan.