DPP GMNI Desak Kepolisian Tangkap Otak Aksi Penyerangan di Solo
Imanuel meminta agar aparat keamanan menindak setegas-tegasnya kelompok intoleran yang melakukan penyerbuan tersebut.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) turut menanggapi penyerbuan acara doa bersama jelang pernikahan atau midodareni di keluarga almarhum Segaf bin Jufri di wilayah Solo, Sabtu (8/8) kemarin.
Ketua Umum DPP GMNI Imanuel Cahyadi mengutuk keras aksi yang membuat tiga orang terluka tersebut.
Imanuel meminta agar aparat keamanan menindak setegas-tegasnya kelompok intoleran yang melakukan penyerbuan tersebut.
"Aparat, dalam hal ini kepolisian harus menindak tegas para pelaku intoleran itu. Ketegasan aparat dalam hal ini penting, agar kejadian serupa jangan sampai terjadi lagi di Solo dan dimanapun di negeri ini," ujar Imanuel, kepada wartawan, Rabu (12/8/2020).
Baca: Nabil: Tangkap Dalang Penyerbuan Doa Pernikahan di Solo
Meski kepolisian sudah mengamankan sejumlah pelaku, Imanuel meminta agar otak dari aksi penyerangan tersebut ditangkap pula.
Karena menurutnya penyerangan atau persekusi semacam ini dari pola yang dilakukan kemungkinan besar dilakukan secara terorganisir.
"Sehingga polisi harus membongkar identitas kelompok yang melakukan penyerangan ini, sehingga otaknya pun bisa diketahui. Apalagi menurut keluarga korban, penyerangan ini bukan yang pertama kali," kata dia.
Motivasi penyerangan, lanjut Imanuel, juga diduga berdasarkan kebencian terhadap mazhab tertentu dalam agama Islam. Hal itu tampak dari teriakan atau makian yang dilontarkan para penyerang.
Maka, Imanuel melihat penyerangan itu sebagai pelanggaran serius terhadap UUD 1945, khususnya Pasal 28 huruf D, E, dan I yang antara lain menjamin hak warga untuk mendapatkan perlindungan, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta hak untuk tidak disiksa.
Tindakan penyerangan itu juga pelanggaran berat terhadap UUD 1945 Pasal 29 ayat 2, yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
"Maka kami mendesak negara dalam hal ini kepolisian Republik Indonesia yang bertanggung jawab terhadap keamanan rakyat, untuk bertindak tegas demi terjaminnya hak dan kemerdekaan tiap-tiap penduduk yang telah dijamin dalam konstitusi itu," tandasnya.