KPK Perpanjang Masa Penahanan Mantan Dirut Waskita Beton Precast Jarot Subana
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Mantan Dirut PT Waskita Beton Precast, Jarot Subana.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Mantan Dirut PT Waskita Beton Precast, Jarot Subana.
Jarot merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya (Persero).
Selain Jarot, KPK juga memperpanjang masa penahanan empat tersangka lainnya, yakni mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya sekaligus mantan Dirut PT Jasa Marga, Desi Arryani; Wakil Kadiv II PT Waskita Karya, Fakih Usman, Kepala Divisi II PT Waskita Karya, Fathor Rachman; dan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya, Yuly Ariandi Siregar.
Baca: Usai Jadi ASN, Yudi Purnomo Tegaskan Wadah Pegawai KPK Tidak Bubar
Saat kasus korupsi ini terjadi, Jarot Subana selaku Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya, sementara Fakih Usman sebagai Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, masa penahanan kelima tersangka diperpanjang selama 40 hari ke depan terhitung sejak 12 Agustus 2020.
Dengan demikian, Jarot Subana, Desi Arryani, Fakih Usman, Fathor Rachman dan Yuly Ariandi bakal mendekam di sel tahanan masing-masing setidaknya hingga 20 September 2020.
Baca: Usut Korupsi di Dinas PUPR, KPK Periksa Wali Kota Banjar Ade Uu Sukaesih
"Penyidik KPK melakukan perpanjangan penahanan untuk lima tersangka kasus dugaan korupsi terkait pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya (Persero) Tbk selama 40 hari dimulai tanggal 12 Agustus 2020 sampai dengan 20 September 2020," kata Ali dalam keterangannya, Rabu (12/8/2020).
Desi diketahui ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan, Jarot ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur, Fakih Usman dan Yuly Ariandi Siregar ditahan di Rutan Pomdam Jaya sementara Fathor Rachman ditahan di Rutan KPK.
Ali mengatakan perpanjangan masa penahanan ini dilakukan lantaran penyidik masih membutuhkan waktu untuk melengkapi berkas penyidikan kelima tersangka.
"Perpanjangan penahanan ini diperlukan karena penyidik masih memerlukan waktu untuk melengkapi dan pengumpulan alat bukti serta pemberkasan perkara," katanya.
Baca: ICW Desak KPK Tangani Kasus Jaksa Pinangki
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini.
Mereka ialah, mantan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya yang juga Dirut PT Waskita Beton Precast Jarot Subana (JS) dan mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya yang juga mantan Dirut PT Jasa Marga Desi Arryani (DSA).
Kemudian, Kepala Divisi II PT Waskita Karya periode 2011 - 2013 Fathor Rachman (FR), mantan Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya Fakih Usman (FU), dan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010 - 2014 Yuly Ariandi Siregar (YAS).
Dalam konstruksi perkara disebut bahwa pada tahun 2009 Desi menyepakati pengambilan dana dari PT Waskita Karya melalui pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.
Dalam rangka melaksanakan keputusannya tersebut, Desi kemudian memimpin rapat koordinasi internal terkait dengan penentuan subkontraktor, besaran dana, dan lingkup pekerjaannya.
Baca: ICW Desak KPK Tangani Kasus Jaksa Pinangki
Selanjutnya, lima orang tersebut melengkapi dan menandatangani dokumen kontrak dan dokumen pencairan dana terkait dengan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut.
Atas permintaan dan sepengetahuan dari lima orang itu kegiatan pengambilan dana milik PT Waskita Karya melalui pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut dilanjutkan, dan baru berhenti pada tahun 2015.
Seluruh dana yang terkumpul dari pembayaran terhadap pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut selanjutnya digunakan oleh pejabat dan staf pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya untuk membiayai pengeluaran di luar anggaran resmi PT Waskita Karya.
Pengeluaran di luar anggaran resmi tersebut, di antaranya untuk pembelian peralatan yang tidak tercatat sebagai aset perusahaan, pembelian valuta asing, pembayaran biaya operasional bagian pemasaran, pemberian fee kepada pemilik pekerjaan dan subkontraktor yang dipakai, pembayaran denda pajak perusahaan subkontraktor, serta penggunaan lain oleh pejabat dan staf Divisi III/Sipil/II.
Selama periode 2009 - 2015, setidaknya ada 41 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.
Sebanyak 14 proyek itu, antara lain proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat, proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta, proyek Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat, proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta, proyek PLTA Genyem, Papua, dan proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat.
Selanjutnya, proyek "fly over" Tubagus Angke, Jakarta, proyek "fly over" Merak-Balaraja, Banten, proyek Jalan Layang Non Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta, proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W 1, Jakarta, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali, proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Baca: ICW Desak KPK Tangani Kasus Jaksa Pinangki
Sementara itu, perusahaan subkontraktor yang digunakan untuk melakukan pekerjaan fiktif tersebut adalah PT Safa Sejahtera Abadi, CV Dwiyasa Tri Mandiri, PT MER Engineering, dan PT Aryana Sejahtera.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) total kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut sejumlah Rp202 miliar.
Atas perbuatannya, lima tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.