Bawaslu RI: Ada Kekosongan Hukum Menindak Praktik Isu Sara dan Ujaran Kebencian
Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo menjelaskan kekosongan regulasi itu terjadi lantaran adanya modus
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mengatakan masih terdapat kekosongan hukum alias kurangnya regulasi penindakan praktik ujaran kebencian dan politisasi sara di pelaksanaan pesta demokrasi, termasuk Pilkada Serentak 2020.
Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo menjelaskan kekosongan regulasi itu terjadi lantaran adanya modus yang dilakukan pihak tertentu di luar proses kampanye.
Baca: Ribuan Identitas Dicatut untuk Dukung Bapaslon Perseorangan Pilkada 2020, Warga di Gunungkidul Demo
Umumnya kata dia, modus tersebut dilakukan oleh pihak yang tidak terkait dengan peserta pemilu. Undang - Undang Pemilu sendiri kata Dewi, belum mampu menjangkau praktik dengan modus tersebut.
"Masih terdapat kekosongan hukum terkait penindakan terhadap ujaran kebencian dan politisasi sara dalam pelaksanaan pilkada, karena modus yang dilakukan di luar kampanye dan oleh pihak yang tidak terkait dengan peserta pemilu belum mampu dijangkau UU pemilihan," kata dia dalam diskusi virtual, Kamis (13/8/2020).
Baca: Pilkada Serentak Akan Hasilkan Pemimpin Terbaik Lawan COVID-19
Ia mengatakan diperlukan redesain atau rancangan ulang regulasi pemilihan yang lebih mampu mengantisipasi, serta mencegah praktik politisasi sara secara efektif.
Berkenaan dengan itu, sanksi bagi pelanggarnya juga mesti dipertegas. Tanggung jawab pelaksanaan kampanye juga seharusnya dikaitkan langsung dengan partai politik pengusung.
"Sanksi pelanggaran juga harus dipertegas dan tanggung jawanb pelaksanaan kampanye juga dapat dikaitkan kepada parpol pengusung," ucap dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.