Jerinx Dijerat UU ITE, Pengamat : Bisa Mereduksi Citra Hukum di Indonesia
Pengamat politik Universitas Bakrie Algooth Putranto mengaku kaget dengan ditahannya Jerinx dengan sangkaan Pasal di UU ITE
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Drummer band Superman Is Dead (SID) I Gede Ari Astina alias Jerinx telah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian, pada Rabu (12/8).
Pengamat politik Universitas Bakrie Algooth Putranto mengaku kaget dengan ditahannya Jerinx dengan sangkaan Pasal 28 ayat (2) jo pasal 45 ayat (2) UU ITE.
"Berita ditahannya Jerinx mengejutkan saya dan menambah daftar panjang korban pasal karet UU ITE," ujar Algooth, dalam keterangannya, Kamis (13/8/2020).
Baca: Profil Jerinx SID, Tersangka Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik, Awalnya Musisi dan Pengusaha
Algooth mengamini pernyataan Jerinx mengenai Covid-19 sebagai pernyataan yang tak bermutu. Bahkan dia menyamakannya dengan pernyataan pejabat-pejabat sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia.
Algooth mencontohkan pada pejabat yang berkomentar Covid-19 dapat diatasi dengan mengkonsumsi jamu hingga munculnya kalung anti corona.
Akan tetapi, Algooth menilai dijeratnya Jerinx dengan pasal yang tak tepat justru berpotensi mereduksi citra hukum di Indonesia.
Baca: Jerinx SID Ditangkap: Diantar dengan Tangan Terborgol, Terancam 6 Tahun Penjara, & Beri Pesan Ini
"Benar Jerinx menyebalkan bagi sebagian masyarakat yang gemas dan cemas karena Covid-19 yang misterius. Tetapi menjeratnya dengan pasal ngawur hanya mereduksi citra hukum di Indonesia saat ini sebagai alat pembalasan dendam oleh otoritas yang didukung mayoritas," kata Algooth.
Apalagi, kata dia, secara komunikasi politik penahanan Jerinx dilakukan di tengah belum beresnya isu over capacity penjara di Indonesia dan pasal karet UU ITE.
"Itu hanya akan memperburuk citra pemerintah Joko Widodo yang terbata-bata mengatasi Covid-19, ancaman resesi ekonomi dan Pilkada serentak yang dipaksakan," imbuhnya.